21.1.19

S02E03 : Selamat Datang di Hutan Part 2



Satu orang menghilang secara misterius...
Menyisakan tiga orang lagi...
Bisakah mereka semua selamat dari hutan??
Atau?
Sesuatu yang lebih buruk terjadi??



Previously...

Sudah 3 hari kami disini dan Edo masih belum ditemukan. Persediaan makanan pun mulai menipis. Tugas kuliah pun kami abaikan demi Edo. Temanku yang lain, sebut saja Heri memintaku untuk pulang. Rasanya percuma saja kami mencoba. Alangkah baiknya jika kita melaporkan kabar kehilangan orang ini ke pihak yang berwenang.

Dengan berat hati kami pergi, meninggalkan semua barang milik Edo di tempat perkemahan...

The story starts from here...





Kami melalui jalur yang sama dengan jalur awal kami masuk. Kami mengikuti jejak yang sudah kami buat sejak awal kami masuk. Semuanya tampak lancar, sampai....
"Der?",
"Apaan sih, Ram?",
"Lu nyadar gak sih kalo dari tadi kita cuma muter-muter di sekitar kemah?", Aku menghentikan langkahku,
"Serius lu?",
"Ya elah... Lu nya aja yang nggak sadar. Lu cuma mantengin peta sama tanda yang lu buat. Nyatanya? Kita cuma bolak-balik doang",
"Emang lu yakin, Ram? Apa jangan-jangan lu lagi mabok?", sindir Heri,
"Seriusan, Her! Gua kagak bohong! Lu berdua aja yang kagak nyadar!", tegas Rama,
"Oke deh, gini aja...", Aku menyemprotkan cat warna merah di tanah tempatku berpijak, "Kalo sekali lagi kita liat tanda X ini, berarti si Rama bener. Kalo nggak, lu bener-bener nggak beres Ram", kataku,
"Ya udah, terserah lu", tukas Rama. Kami memastikan kalau jalan yang Kami lalui itu benar.
"Nah, sekarang....udah terbukti kan kalo lu salah kan, Ram?", Aku dengan bangganya menganggap Rama adalah pembohong,
"Eeehhh... Der?",
"Apaan?", Rama dan Heri memintaku untuk melihat apa yang kuinjak...

Ternyata Rama benar. Aku berdiri tepat di atas tanda yang kubuat.
"Nggak... Nggak mungkin.... Ini pasti salah.... Ayo jalan!", Aku pastikan kembali jalan keluarnya. Dan tak terasa, Kami telah hampir sepuluh kali berputar-putar.
"Udahlah, Der! Gua udah muak sama cara LU!", Rama mulai kesal. Ia merebut peta dari genggamanku lalu merobeknya menjadi kepingan kecil.
"HEH BODO?! LU KAGAK MIKIR HAH?!! KITA BALIKNYA GIMANA??!!!! KENAPA LU SOBEK PETANYA????!!!!!", Heri ikut emosi. Ia menarik baju Rama di bagian kerah. Rama yang mulai sadar dengan perbuatannya hanya diam seribu bahasa dengan tatapan bersalah,
"Her, udah cukup... Lepasin dia..", perlahan Heri melepas Rama, "Denger! Kita sama-sama emosi, capek, ama bingung. Seharusnya kita nggak kayak gini. Kita ini temen...temen mesti saling tolong menolong satu sama lain. Kalo kita bisa saling bantu, Insya Allah ada jalan keluarnya", kemudian Heri dan Rama pun berbaikan,
"Hhh... Gua tau ini semua salah Gua. Gua ngerasa kalo Gua ini cuma beban di kelompok ini. Tapi, Gua janji kalo Gua bakalan lebih baik lagi. Ini juga..demi keselamatan kita...demi Edo.", Akhirnya situasi mulai aman-aman saja,
"Terus, gimana caranya kita pulang?", pertanyaan Heri ada benarnya juga,
".... Kita cari jalan keluarnya nggak pake liat-liat tanda"....

Untungnya kami berhasil menjauh dari lokasi perkemahan, namun, kami malah harus mendapatkan masalah baru...

"Heh, punya siapa nih?", pertanyaan Heri mengalihkan perhatianku,
"Dapet apa lu?", tanya Rama,
"...Sempak.", Rama dan Heri terkekeh-kekeh. Sementara Aku menemukan benda lain,
"Cuy!...", Kupanggil mereka berdua, "Gua dapet sepatu nih!", Rama dan Heri menghampiri,
"Hebat juga lu, Der!", puji Heri,
"Yoi! Gua gitu lho!", kataku dengan bangganya. Heri mengatakan sesuatu,
"Ini sih kayak ukurannya cewek, Der?",
"Hah? Cewek?", Aku periksa rupa sepatu yang kutemukan, kemudian Aku cocokkan dengan ukuran kakiku, "Ya lho, lebih kecil dari kaki Gua",
"Kira-kira, ada banyak nggak sih, yang begini?",
"Banyak, Her....",




















Kami menemukan banyak sekali barang-barang tanpa empu. Disitu Aku mulai memikirkan Edo.
"Eh, jangan-jangan... Edo ada disini..", rasanya seperti secercah harapan bagi Kami. Dengan penuh semangat, Kami dengan telaten mencari setiap barang dan setiap sudut hutan supaya bisa menemukan Edo.
"DOOO!!!...EDOOO!!!...DO KELUAR LOOO!!!", tak lupa juga, Kami panggil namanya,
"Cuy! Gua ada ide, gimana kalo Kita nyebar? Siapa tau lebih cepet", saranku. Heri dan Rama menyetujuinya, kemudian Kami menyebar. Aku pergi lurus, Rama ke kiri dan Heri ke kanan.

2 jam kemudian...
TAP..TAP..TAP..
"Gimana Ram?..Hah...Hah... Ketemu kagak lu?", Rama menggeleng cepat. Baik Aku maupun Rama sama-sama tidak menemukan Edo. Bahkan barang-barangnya pun tidak sama sekali.
"Gimana nih Der? Udah gelap nih? Kayanya sia-sia kita nyari si Edo.... Mendingan kita cabut aja dari sini... Gua udah nggak tahan lagi... Gua mau balik... Gua kangen Nyokap Gua, Der...",
"Udah-udah...lu tenang dulu, Oke?", Aku meminta Rama untuk tenang, "....Si Heri mana?", Kami baru sadar kalau Heri masih belum muncul. Tiba-tiba,
"DEEEER!! RAAAAMM!!!",
TAP.TAP.TAP.
"Hah...Hah...Hah...Gua nemu...",
"Nemu apaan lu Her?", tanyaku,
"Lu Nemu Edo? Dimana? Lu liat Dia dimana? Dia selamet kagak?",
"Ram!", Aku suruh Rama untuk diam. Heri butuh waktu untuk berbicara. Aku tidak tahu apa yang ia temukan....


































"Gua nemu jalan balik..."































Sejak pagi-pagi buta, kami mengikuti jalan yang ditunjukkan Heri. Dia bilang, dia menemukan jalan pintas menuju jalan masuk hutan. Awalnya aku ragu, pasalnya Heri bilang dia melewati jembatan gantung yang nantinya akan membawa kita ke jalan masuk. Kami sama sekali tidak melewati jembatan apapun pada saat kami masuk hutan.

"Lu serius Her?", tanyaku,
"Dua rius malah, Der! Soalnya Gua udah ngelewatin jembatan itu. Dari seberang jembatan, ambil jalan turun, terus pas udah jalan 2 kiloan, ntar ada gerbang keluar", seiring perjalanan Kami mulai mendengar suara arus sungai yang deras dari kejauhan. Lama-lama suara itu semakin dekat...lebih dekat...
"Nih jembatannya", 







Ilustrasi








Heri menunjukkan kepada Kami sebuah jembatan gantung yang menghubungkan dua buah jurang, dimana di bawah jembatan itu terdapat sungai dengan arus yang sangat deras.
"Ah, yang bener lu Her? Mana mungkin kita lewatin jembatan itu? Lu nggak mikirin...",
"Ah BACOT lu! Lu duluan SONO!", Heri mendorong Rama ke jembatan. Kami sengaja membiarkan Rama yang berada di paling depan, karena dia seorang penakut. Aku di tengah dan Heri yang paling belakang.



Jembatan itu panjang sekali, ditambah Rama yang berjalan lambat membuat perjalanannya terasa lama.
Saat Matahari mulai nampak, kami tiba di ujung jembatan. Aliran sungainya semakin deras. Satu persatu kami berjalan menyebrangi jembatan. Temanku Rama sampai terlebih dulu, lalu aku. Heri masih berada di tengah jembatan saat aku tiba. Tiba-tiba....

TAKKK!!!
Jembatan itu.... Putus...
"HER BURUAAAANN!!!", Aku meneriaki Heri yang masih berada di tengah jembatan. Dia berlari secepat mungkin. Sayangnya ia tidak cukup cepat dibandingkan dengan putusnya jembatan itu. Dia melompat....
Dia berhasil berpegangan di ujung kayu jembatan. Aku dan Rama berusaha sekuat tenaga untuk menahan tali penahan jembatan,
"AYO HER!! LU PASTI BISAAA!!",
"NGGHH...GUA BERUSAHA!!!", Heri mencoba untuk naik. Namun sayangnya dia semakin merosot ke bawah,
"AYO HEEEEERRR!!! LU KUAT CUY!! LU PASTI BISAAA!!!", nampaknya Heri kepayahan,
"GUA UDAH NGGAK SANGGUP... GUA NGGAK BISA LANJUT...",
"LU PASTI BISA, HER! GUA YAKIN LU BISA!!", kataku menyemangatinya,
"..... PERCUMA DER!..Hah...Hah...", Dia menggelengkan kepalanya, "GUA NGGAK BISA... KAYANYA...INI AKHIR DARI GUA...",
SLIP..
"WO..WO.. WAAAAAAAAAHHHHHHHHHH!!!",









Ilustrasi



























"HERIIIIIIII!!!!!!


















To Be Continued...

0 komentar:

Posting Komentar