23.1.19

S02E05 : Selamat Datang di Hutan Part 4[END]


Misteri...
akan...
terungkap...



Recap :

'SELAMAT DATANG DI HUTAN', begitulah tulisan yang terpampang di depan jalan masuk. Aku dan ketiga temanku akan melakukan ekspedisi di hutan dekat kaki gunung sekaligus mengerjakan tugas kuliah mengenai ekosistem hutan.

Sedari awal kami merencanakan semua ini seakan Tuhan pun tidak merestui. Kami hanya bisa berdoa dan berharap semuanya baik-baik saja. Saat kami tiba di titik perkemahan, rupanya hari sudah gelap. Jadi kami putuskan untuk melakukan tugas tersebut esok hari.

Pagi pun tiba, kami sudah terbangun dari tidur kami. Tetapi... salah satu temanku tidak ada di tendanya. Sebut saja Edo. Tendanya sudah terbuka saat kami bangun. Kami mencoba untuk berpikir positif. Bisa jadi ia sedang pergi buang air. Namun sampai malam pun, ia masih tidak ketemu...

Sudah 3 hari kami disini dan Edo masih belum ditemukan. Persediaan makanan pun mulai menipis. Tugas kuliah pun kami abaikan demi Edo. Temanku yang lain, sebut saja Heri memintaku untuk pulang.

Kami pergi meninggalkan semua barang milik Edo di tempat perkemahan. Melalui jalur yang sama dengan jalur awal kami masuk. Kami mengikuti jejak yang sudah kami buat sejak awal kami masuk. Semuanya tampak lancar... sampai kami sadar kalau dari tadi kami terus berputar di sekitar tempat perkemahan.

Setelah hampir sepuluh kali berputar-putar, kami putuskan untuk berjalan tanpa mengikuti jejak. Untungnya kami berhasil menjauh dari lokasi perkemahan, namun... kami malah mendapatkan masalah baru.

Jalan yang kami tempuh membawa kami ke suatu daerah yang penuh dengan barang-barang tanpa empu. Kami menemukan tas, topi, jaket sampai buku catatan. Ini seperti sebuah titik terang bagi kami untuk bisa menemukan Edo. Sayangnya nihil.

Lalu, kami menemukan sebuah sungai yang letaknya tidak jauh. Kami beristirahat sejenak disana. Dan karena hari sudah gelap, kami putuskan untuk bermalam di sekitar situ. Saat sedang beristirahat, salah seorang dari kami yang bernama Heri, pergi untuk buang air. Dia pergi selama 2 jam lamanya. Tetapi, dia menemukan sesuatu...

Sejak pagi-pagi buta, kami mengikuti jalan yang ditunjukkan Heri. Dia bilang, dia menemukan jalan pintas menuju jalan masuk hutan. Awalnya aku ragu, pasalnya Heri bilang dia melewati jembatan gantung yang nantinya akan membawa kita ke jalan masuk. Kami sama sekali tidak melewati jembatan apapun pada saat kami masuk hutan.

Saat Matahari mulai nampak, kami tiba di ujung jembatan. Aliran sungai yang deras mengalir di bawah jembatan. Satu persatu kami berjalan menyebrangi jembatan. Temanku Rama sampai terlebih dulu, lalu aku. Heri masih berada di tengah jembatan saat aku tiba. Tiba-tiba....
Jembatan itu.... Putus...

Aku dan Rama berusaha sekuat tenaga untuk menahan tali penahan jembatan, Heri pun hanya bisa berpegangan pada ujung jembatan. Ia sekuat tenaga untuk naik keatas. Tetapi, permukaannya yang licin membuatnya semakin merosot ke bawah. Sayangnya... Arus sungai menyeretnya....

Kini tersisa Aku dan Rama si 'mulut seribu'. Semenjak kepergian Heri, dia sering mengoceh sepanjang jalan. Bahkan sampai malam pun, dia tidak henti-hentinya mengoceh. Aku yang kesal pun meninggalkannya.

Tak terasa aku sampai di ujung jembatan. Hanya sungai yang membatasi daerah di seberang. Aku duduk di tepi tebing sambil meratapi nasibku. Aku kesal, sedih, bingung dan lapar. Hanya keajaiban yang mampu menyelamatkanku.

Tiba-tiba, Aku dengar suara wanita sedang bersenandung. Aku ikuti suara itu, begitu juga dengan empunya. Wanita itu membawaku ke sebuah gua dan memberiku makanan. Dengan senang hati kuhabiskan makanan itu. Aku meminta wanita itu untuk menunjukkan jalan keluar dari hutan. Bukannya jalan yang kudapat, melainkan sesuatu yang buruk....































The story starts from here...


Mimpi?...Cuma mimpi??... Jadi selama ini Aku bermimpi?? Semuanya soal wanita dan makanan, juga.... teman-temanku??... Aku harus kembali!.... Aku harus memeriksa keadaan Rama sekarang!!

Aku berlari dari tebing di ujung jembatan menuju ke tempat perkemahan. Semoga saja, Aku tidak tersesat dan tidak terjadi sesuatu yang buruk pada Rama.

"Hah... Hah... Hah... Gua harus cari Rama! Nggak mau tau", pikirku. Aku rasa kewarasan ku mulai berkurang. Semua itu merupakan dampak dari ekspedisi ini. 
SREK...
Kubuka semak yang menutupi perkemahan kami.

"RAMA!!! RAMA!!!", Rama hilang. Tidak ada siapapun di perkemahan. Bukan hanya itu, tendaku dan tenda Rama berantakan. Bahkan isi tas kamipun raib. Aku benar-benar panik. Aku tidak mau sendirian disini. Dan langsung saja aku tinggalkan perkemahan.

Aku berlari tak tentu arah. Mencari keberadaan Rama, sekaligus jalan keluar. Aku terobos semua yang menghalangi jalanku. Sampai akhirnya...































AAAAAAAAAHHHHHHHHHH!!!!!!

































BRUUGGGHHH!!!
Aku jatuh... Jauh ke bawah... Disini gelap... Sempit... Juga lembap... Aku rasa.... Inilah akhirnya... Akhir... Dari hidupku... Aku Deri.... Senang bisa bertemu kalian.....





























































End?

I don't think so ...




































"Euhhh.... Ummmm....", suara ramai apa ini? Samar-samar aku seperti melihat orang-orang bergerombol di depanku.
"Nak, bangun nak! Kamu nggak apa-apa?", tanya seorang wanita paruh baya kepadaku. Aku masih belum sepenuhnya sadarkan diri.
"Euhhh.... Dimana ini??.... Saya dimana??", Aku berusaha untuk bangkit, namun wanita itu menyuruhku untuk kembali beristirahat,
"Udah den, Udah... Kamu istirahat aja..", Aku masih dengar suara orang-orang sekitarku berbicara satu sama lain. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi yang jelas mereka bicara bahasa daerah. Lalu, ada seorang pria tua yang muncul dari balik kerumunan.
"Den? Kamu nggak apa-apa?", kata pria itu,
"Ya, Pak", ucapku sembari mengusap kepala, "Bapak siapa, ya?",
"Saya yang nemuin kamu. Kamu sekarang ada di desa diluar hutan", Desa?... Aku tidak tahu ada Desa sebelumnya.. "Tadi waktu Saya mau ngambil getah karet, Saya kayak liat ada kaki orang di dalem parit belakang gubuk. Eh, tau-tau ada kamu di dalem situ. Ya udah tuh, Saya sama temen-temen Saya bawa Kamu kesini. Untungnya, Kamu masih selamat", Di satu sisi Aku senang karena bisa selamat. Tapi bagaimana dengan teman-temanku? Aku harus cari tahu keberadaan mereka.

Setelah itu, Aku dibawa oleh Pak Tua itu, sebut saja Pak Ali. Dia membawaku ke Puskesmas terdekat untuk diobati. Oh ya, apa kalian masih ingat dengan Ibu-ibu yang bertanya padaku sewaktu Aku siuman? Dia istri dari Pak Ali, namanya Bu Eni. Dia yang mengobatiku di Puskesmas, juga merawatku selama Seminggu belakangan. Bu Eni dan Pak Ali mengizinkanku untuk tinggal bersama mereka sementara waktu. Aku benar-benar masih shock, sampai-sampai Aku agak kesulitan untuk berbicara. Menanyakan eksistensi teman-temanku pun Aku tidak bisa.

Di hari kedelapan tepatnya di malam hari, Aku sedang duduk santai diluar rumah Pak Ali. Aku masih harus menjernihkan pikiran dan menenangkan diri.

"Den?",
"Eh, Pak. Mari sini!", Ternyata Pak Ali.
"Gimana udah mendingan?",
"....Hhhh.... Lumayan, Pak",
"Oh, syukur kalo gitu. Bapak juga seneng ngedengernya",
"Hehe, iya Pak",
".... Ngomong-ngomong... karena Seminggu belakangan Kamu masih banyak diem aja...", Pak Ali mengatakannya, "Kayanya Kamu udah mulai bisa bicara seperti biasa. Nah sekarang, Kamu bisa ceritain kenapa Kamu bisa ada disini?", Aku masih merasa terguncang. Tapi, Aku juga harus tahu kebenarannya,
"Jadi...gini Pak... Awalnya Saya sama temen-temen mau ngerjain tugas kuliah di hutan. Cuman, semuanya kacau. Dari temen-temen Saya yang hilang, yang meninggal, sampe barang-barang kita dijarah. Saya nggak tau siapa pelakunya dan kemana hilangnya teman-teman Saya. Satu waktu, Saya pernah ketemu cewek di tengah hutan lagi nyanyi. Saya ikutin tuh, terus ujung-ujungnya Saya malah dibawa ke Gua. Cewek itu suruh Saya duduk, terus ngasih makan. Udah gitu, Saya tanya jalan pulang ke cewek itu. Awalnya dia kayak nolak gitu, sampe akhirnya dia rela ngasih tau Saya. Eh, belum juga ngasih tau, Saya malah diliatin...",
"Tunggu!", Pak Ali memotong pembicaraanku, "Kamu bilang... cewek?", Aku mengangguk. Kalau Aku perhatikan, selama Aku bercerita, raut muka Pak Ali berubah-ubah, dari terkejut sampai... ketakutan.
"Hhh...Bapak juga kehilangan anak", Aku terkejut bagai tersambar petir,
"Anak Bapak....hilang?!", kataku,
"Iya, anaknya cewek. Dia hilang bertahun-tahun yang lalu. Dia hilang karena main-main di hutan waktu hari sudah gelap. Bapak sama Ibu dengan bantuan warga mencari keberadaannya. Sayangnya sampai detik ini, dia nggak pernah ketemu. Dampaknya, Kamu juga bisa liat kalo tiap malem Ibu suka nangis. Dia sering mimpiin anak Kami... Mungkin, kalo dia masih ada....", Pak Ali menatapku, "Dia seumuran sama Kamu", Aku cuma bisa menelan ludah. Lalu ia bertanya, "Soal cewek yang Kamu ceritain.... Gimana rupanya?",
"Mmm... umurnya kira-kira sama dengan Saya, tingginya sebahu Saya, kulit putih, rambut item sepunggung, terus terakhir Saya liat dia pake baju kemben warna...",
"Merah", kata Pak Ali memotong omonganku lagi,
"Kok Bapak tau?", dia beranjak dari tempat duduknya,
"Ayo ikut Bapak", kata Pak Ali. Kami berjalan keluar kampung. Ia membawaku masuk ke dalam hutan.
"Kita mau kemana, Pak?", Pak Ali diam tak bergeming. Hingga akhirnya kami berhenti di sebuah bangunan kecil menyerupai rumah di dekat hutan.

KRIIEETTT....
Betapa terkejutnya aku ketika sosok gadis yang ada di mimpiku waktu itu berada di dalamnya. Tangannya di borgol, sedangkan kakinya terpasung.
"Ini kan, cewek yang kamu maksud?", Tanya Pak Ali
"I-I-Iy...ya pak. T-T-T..tapi... kenapa dia di-di-dip-p-p-pa-s-s-sung?", Gadis itu diam dengan kepala tertunduk.
"Dia nggak waras. Dia kehilangan suaminya di hutan. Terus semenjak itu, dia mulai sering nyulik pendaki cowok. Warga sini udah sering ngeliat Dia bawa mayat cowok ke hutan, khususnya para petani karet. Pas warga ngegerebek dia, udah ada banyak mayat, jeroan dan tulang belulang manusia disini. Dia sempet berontak, untungnya nggak lama kemudian para warga berhasil nangkep dia.",
"Bapak... darimana bisa tau semua itu?", tanyaku
"Sewaktu dibawa ke rumah Pak Kades, dia teriak-teriak 'Suami Saya!!!' sepanjang jalan. Terus juga, kadang suka ada Polisi atau Tim SAR yang datang buat nyari pendaki yang hilang. Setelah tau dari Polisi, barulah ketauan motif pembunuhannya. Cuman, nggak lama dia kabur. Waktu itu, Bapak yang nemuin dia sendiri disini. Modal tali tambang, Bapak iket dia disini. Soal pasungan... Bapak pake punya temen", Pak Ali memberiku senyuman yang tidak biasa kepadaku. Lalu, dengan refleks aku bertanya,
"Temen-temen Saya dimana? Apa jangan-jangan...dia pelakunya!", Pak Ali mendesah. Lalu dia menunjuk ke bagian belakang bangunan yang tidak kusadari sebelumnya.

Mereka...mati...
Hanya tersisa tulang belulangnya saja. Aku bisa lihat dari baju yang mereka kenakan. Aku terbelalak. Tidak satupun kata keluar dari mulutku.
"Kamu salah satu dari mereka, kan?", Maksud Pak Ali apa? Aku tidak mengerti. Saat Aku berbalik menanyakan maksud omongannya...







































BAAMM!!!













Pak Ali memukul wajahku tanpa sebab....
Sebelum aku tak sadarkan diri, sayup-sayup kudengar Pak Tua itu berbicara dengan wanita itu...
"Ini buat kamu", kata Pak Ali.
Dia menjawab...
"Ya, Ayah"....










































END...

0 komentar:

Posting Komentar