Sekali lagi, ini bukan cerita jagoan pembasmi kejahatan...
Tapi ini cuma sambungan ceritanya...
Oh ya, Aku lupa memberitahukan kalian tentang tempat kerjaku. Kalian tahu? Aku tidak setiap hari pergi ke kantor. Bukannya Aku malas, tapi memang perusahaan tempatku bekerja memang tidak mewajibkanku untuk masuk ke kantor setiap hari. Aku akan pergi ke kantor jika mereka benar-benar membutuhkanku. Saat tugasku sudah selesai, Aku mulai misi mulia ku untuk membantu polisi.
Di sore hari, Aku melihat anak-anak sedang bermain sepakbola di lapangan. Mereka yang melihatku langsung mengajakku bermain. Dengan senang hati Aku menerima tawaran mereka. Kemudian, datanglah para pemuda setempat untuk mengajak kami bertanding. Pertandingan pun dimulai. Dan berakhir setelah adzan Maghrib berkumandang. Tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah. Ini hanyalah sebuah permainan. Hanya sekedar hiburan.
Aku berjalan menuju rumah. Aku ikuti seorang anak bernama Kipli. Dia berjalan melalui rumah Damar. Dan tak lama kemudian, Damar keluar dari rumahnya. Ia menghampiri anak itu. Lalu, ia mengajak anak itu ke rumahnya. Pintu rumahnya di tutup. Dan Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Beruntung, Aku sempat mengambil gambar kejadian itu.
Keesokan harinya,
Ibunda Kifli mulai mencari keberadaan anaknya. Dan ini adalah saat-saat yang paling tepat. Aku menghubungi para polisi itu. Tak lama kemudian, mereka datang. Aku tunjukkan foto yang kuambil waktu itu. Sayangnya, kata mereka buktinya masih belum konkret. Apa? Masih belum cukup? Aku kira dengan itu saja sudah cukup. Aku rasa sedang mempermainkan ku. Baiklah, kalau itu mau kalian.
Imbas dari tindakan yang diambil polisi tadi yaitu rumah Damar mulai dikerubungi oleh masyarakat. Disana sudah ada polisi yang sedang mengamankan situasi. Tapi...
Ada hal yang ganjil. Logikanya, seharusnya Damar sudah digiring oleh polisi. Nyatanya...
Dimana dia? Dimana si Brengsek itu ketika rumahnya sudah di kepung? Aku harus masuk. Akan ku selesaikan kasus ini.
Aku mengambil jalan memutar supaya Aku bisa masuk dari belakang rumah Damar. Beruntung, akses masuknya dipermudah. Karena pagar belakang rumahnya terbuka. Aku yakin dia berencana untuk kabur. Aku masuk ke rumahnya perlahan-lahan. Melalui dapur... lalu, ruang tamu. Aku akui rumahnya luas. Tapi rumahku jauh lebih luas darinya. Aku periksa setiap kamar di lantai dasar. Awalnya tidak ada sesuatu yang berarti. Tapi, kecurigaanku menyeruak ketika Aku sampai di ruangan di pojok kiri ujung di lantai dasar. Ada sebuah ruangan semacam perpustakaan begitu. Semuanya nampak gelap. Hanya cahaya neon warna merah sebagai penerangan. Aku telusuri ruangan itu...
Dan Aku temukan beberapa struk pembelian barang. Hmm...apa yang dia beli?
Penelusuranku berlanjut...
Aku memeriksa setiap rak buku...
KRRRIIIEEEETTTT.......
Tak sengaja Aku membuka pintu rahasia dibalik salah satu rak buku. Atau lebih tepatnya, pintu yang dicat menyerupai rak buku. Saat aku masuk, tempatnya lebih gelap dari ruang buku tadi. Sial! Kalau saja Aku membawa ponsel, pasti akan mudah untuk melihat sekitar. Setelah di ujung ruangan, Aku menuruni tangga. Dari jauh Aku lihat cahaya. Sepertinya berasal dari lilin. Aku bergerak semakin dekat... lebih dekat... lebih dekat...
Kurang lebih gitu tampak dalam ruangan rahasia Rumah Damar
Aku benar-benar kaget saat melihat Damar sedang mencincang tubuh anak-anak dari kejauhan. Bahkan, Aku melihat kepala si Kifli di tong sampah tepat di samping kakinya. Aku benar-benar takut, Aku tidak ingin hal yang sama dengan anak-anak itu, terjadi padaku. Tapi, Aku sudah berjanji kepada orang-orang di tempat tinggalku untuk mengusut kasus ini sampai tuntas.
"Jangan bergerak!!", teriakku, "Lu udah ketauan sekarang!", Damar tampak tenang seakan melakukan hal itu adalah biasa. Dia berbalik kearah ku perlahan dan berkata,
"Terus, mau lo apa?... Apa, hah?.... JAWAB GUA!!",
"Gua pengen lu udahin kejahatan lo. Lu nggak sadar kalo rumah lu udah di kepung, hah?!", dia menggeleng sambil tersenyum sinis. Dia ingin menantangku.
"Lu pikir gua bakalan nyerahin diri gua gitu aja?", dia menggeleng kepala lagi, "Nggak. Nggak segampang itu. Percuma aja. Kalo gua ketangkep, gak bakalan mungkin anak-anak mereka balik lagi. Mereka udah nggak ada. Mereka cuma bisa nangisin kepergian anak-anaknya. Sia-sia jadinya", Aku kesal dibuatnya, tanpa pikir panjang Aku lakukan apa yang semestinya kulakukan.
"BANGSAT!!!"
BUKK!!
Aku memukul wajah Damar hingga ia terjatuh. Dia mencoba bangkit sambil memegangi lukanya.
"Hmm... lumayan. Gede juga nyali lo", Aku mencoba lagi untuk memukulnya. Namun, dia mengelak dan berhasil menendang perutku hingga Aku terpental menabrak meja. Dan disinilah pertarungan kami dimulai.
Kami saling menjual-beli serangan. Bahkan sampai harus beradu senjata tajam. Sayangnya, setiap serangan senjata tajam kami selalu meleset. Sampai akhirnya, Aku berhasil membanting tubuhnya Damar ke lantai. Dia berusaha melawan dengan mencoba untuk menusukku dengan pisau. Kami terus berguling tumpang tindih berganti posisi. Sampai akhirnya Dia berada di atasku sambil mencoba untuk membunuhku.
Dia.... terlalu kuat....
Aku.... tidak bisa.... menahannya..lagi....
Dan akhirnya.........
CKLEK!!
"Angkat tangan!!", tim Pak Ari datang tepat waktu. Darimana saja mereka? Sebentar... kalau Aku ingat-ingat lagi, polisi lainnya bukannya menangkap Damar melainkan menjaga keamanan. Mungkin, ini strategi mereka. Para polisi diluar hanya sebatas pengalih perhatian, sementara tim Pak Ari masuk lewat pagar belakang. Itulah sebabnya pagar belakang terbuka. Lalu, mungkin saja sewaktu Aku berada di ruang buku, mereka sedang memeriksa di lantai dua. Kebetulan rumahnya Damar memiliki 2 lantai. Masuk akal bukan?
Setelah itu, Damar berhasil ditangkap. Dan akhirnya ia digiring ke kantor polisi. Masyarakat menyoraki Damar dengan cacian dan makian. Sepertinya ini adalah hari lain bagiku untuk menjadi pahlawan kampung lagi.
Di perjalanan...
"Kenapa lu tega ngelakuin itu ama bocah?", saat ini Damar sedang diinterogasi di dalam mobil. Pak Ari yang memulai sesi tersebut.
"Saya...tergiur sama bayarannya, Pak", kata Damar,
"Kamu nggak kasian sama keluarga korban? Udah capek-capek diurus ampe gede, terus sama lu diambil organ dalemnya buat nyaru duit? Lu kagak punya hati apa?!", Sonya sedikit emosional. Matanya berkaca-kaca saat menginterogasi Damar. Pak Ari menenangkan suasana dan melanjutkan proses interogasi. Kali ini, Boy yang bertanya,
"Udah berapa lama lu ngelakuin ini?", Damar terdiam sejenak untuk berpikir. Lalu dia berkata,
"Saya orang baru, Pak",
"Jangan bohong kamu! Dari data yang saya dapet, kamu udah punya pelanggan sampe ke Eropa, Australia, Amerika sama Kanada. Apa itu bener?", dan akhirnya, dia mengakuinya,
"Ya, Pak", setelah hening beberapa saat, Damar berbicara lagi, "Saya ada orderan di Tanjung Priok sekarang, Pak. Saya pengen kesana. Ada temen Saya disana", ini adalah kesempatan empuk bagi para polisi itu untuk menghentikan lingkaran kejahatan ini.
Setelah perjalanan yang sangat lama, kami tiba di pelabuhan Tanjung Priok. Pak Ari, Sonya dan Aku sedang melakukan pengintaian rekan tersangka. Aku pikir ini akan menjadi hal yang baik....
Nyatanya tidak....
Aku harus pergi sekarang....
"Woy! Jangan lari!!",
Hah... Hah... Hah.... Hah?
DEG!!....BRUKKK!!!!
"Hahahaha! Mau kemana lo, Hah? Lu nggak bakalan bisa lari dari kita"......
Aku dijebak....








0 komentar:
Posting Komentar