11.2.19
Home »
Crime
,
Dark
,
Gore
,
Misteri
,
Psycho
,
Season 2
,
Story
,
Thriller
» S02E16 : Bukan Jagoan Part 3 [END]
S02E16 : Bukan Jagoan Part 3 [END]
Apa yang terjadi pada Putra??
Apa maksudnya kalau Dia dijebak??
Di kantor polisi...
"Pinter juga lu coba-coba kabur dari kita? Lu kira kita bakalan percaya gitu aja sama lo? Dari awal, kita udah curiga sama lu. Lu pinter muterin fakta kalo orang yang lu kira pelaku ini dalang dari semuanya. Tapi, itu semua salah. Pelaku sebenernya adalah......
Lu sendiri. Wahyu Putranto alias Toto Wardhono", Aku cuma bisa tertunduk dan diam. Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa para polisi bodoh itu mengetahuinya.
Kalian terkejut? Mungkin beberapa dari kalian saja. Sebenarnya, semua yang Aku katakan dari awal adalah palsu. Pelaku penculikan dan penjualan organ dalam itu adalah Aku. Aku berpura-pura menjadi jagoan kampung untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat, lalu Aku bisa melancarkan aksi jahatku.
Flashback >>>>>
Sedari awal, Aku memang dilahirkan dan dibesarkan di daerah Rangkasbitung. Aku dikenal sebagai seorang pengangguran yang sering membuat onar. Tiada hari tanpa melukai orang bagiku. Aku akan merasa senang jika ada orang yang mengajakku minum dan berjudi. Apalagi kalau wanita taruhannya. Surga duniaku adalah ketika Aku mendapatkan semuanya, arak, menang taruhan judi dan seorang wanita.
Suatu hari, Aku pernah didatangi oleh seseorang yang akan menawarkan pekerjaan dengan bayaran tertinggi. Bahkan jutaan hingga miliaran dolar bayarannya. Dengan senang hati Aku menerima tawaran itu. Dengan satu syarat.....
Membunuh orang dan mengambil organ dalamnya. Semula, Aku berpikir itu adalah hal yang menjijikkan. Tapi, demi uang akan kulakukan. Aku sebut orang yang menawariku pekerjaan itu dengan panggilan Bos. Bos memberiku rincian bayarannya. Organ yang paling diminati dan bernilai jual tinggi adalah organ milik anak-anak. Untuk organ dalam selain itu, kemungkinannya si korban bisa saja memiliki penyakit di organ dalamnya. Sedangkan anak-anak, organ dalamnya masih segar dan kemungkinan memiliki penyakit dalamnya pun sedikit.
Aku mencoba pekerjaan itu dengan seorang anak hilang sebagai korban ku. Anak itu kehilangan orang tuanya saat sedang bepergian. Awalnya Aku ajak dia ke tempat yang sepi. Lalu, Aku bekap mulutnya hingga ia tak sadarkan diri. Dan, Aku lakukan tugasku. Semenjak Aku dan Bos membuat perjanjian, dia akan datang di tengah malam untuk mengambil 'barang'. Setelah proses serah terima selesai, Aku hanya perlu sampai pagi. Kemudian, Bos akan datang lagi dan memberi bayaran ku. Aku ingat bayaran pertamaku. Karena Aku berhasil menyapu bersih seluruh organ anak itu, 100 juta di tangan....
100 juta dolar tepatnya. Aku masih merasa kalau Aku masih mabuk. Dan ternyata, ini asli. Begitu juga dengan uangnya. Tepatnya setelah Aku menukarnya di Bank.
Secara otomatis, Aku makin giat melancarkan aksiku. Satu anak... Dua anak... Tiga anak... Hingga puluhan anak sudah kuambil jeroannya. Lama kelamaan, masyarakat mulai mencium aroma kejahatan ini. Dengan kata lain, mereka sudah mulai curiga. Terlebih, terakhir kali Aku melakukan tugasku, seseorang seperti membuntutiku dari belakang. Sejujurnya Aku kurang tertarik dengan jeroan orang dewasa, namun demi menghilangkan jejak Aku habisi nyawa mereka pula. Ya meskipun bayarannya tidak sebesar bayaran untuk jeroan anak-anak.
Rasanya, tidak mungkin bagiku untuk melanjutkan aksi ini di tempat yang sama. Maka dari itu, dengan bantuan Bos, Aku berpindah tempat untuk mendapatkan lebih banyak jeroan alias uang. Mulai dari Pandeglang, ke Ibukota Serang, lalu ke seluruh kota di Kabupaten Tangerang dan daerah Tangerang Selatan. Hingga tersisa satu tempat lagi yang belum kujamah....
Kota Tangerang itu sendiri.
Sebelum Aku pergi ke kota, Ibuku mulai mempertanyakan asal uang yang kudapat. Kalau sampai dia tahu uang itu berasal dari mengambil jeroan anak-anak, mati Aku. Dia menanyakan hal itu begitu Aku baru sampai di rumah, setelah kembali dari daerah Serpong.
Beberapa jam sebelum keberangkatan, Aku sedang menunggu kedatangan Bos sambil tertidur.
"Bunuh...keluargamu....bunuh..... mereka semua.... bunuh keluargamu.... berikan.... jiwa mereka..... untuk kami.......", Aku mendengar suara itu selagi tidur. Suara itu terus mengiang-ngiang di kepalaku. Sebetulnya, Aku sadar, tetapi Aku tidak mendapatkan kendali penuh atas tubuhku. Suara itu memintaku untuk menghabisi nyawa Ibu dan Adik Perempuanku. Aku mencoba untuk melawan diriku sendiri, tetapi sulit.
Dan akhirnya.....
Aku menikam mereka saat mereka sedang terlelap. Tak lama kemudian, Aku mulai bisa mengendalikan diriku. Aku menyesali perbuatanku. Apa yang terjadi padaku? Apa yang sudah kuperbuat?
TOK-TOK-TOK!... TOK-TOK-TOK!...
KRIIEETTT....
"Dah siap?",
"..... Ya Bos ....",
Dan inilah awal kisahku yang baru. Sekaligus kisah akhirku di kota Tangerang. Bos memberiku sebuah rumah yang besar dan cukup untuk berkamuflase. Aku awali semuanya dengan merubah penampilan dan menjadi orang yang baik juga diterima oleh masyarakat. Itu kulakukan hingga Aku pertama kali melihat Damar. Disitulah aksiku bermula. Aku iri dengan ponsel baru yang ia miliki. Maka dari itu, Aku juga tidak mau kalah darinya.
Sampai pada akhirnya.....
Para polisi itu datang. Sejujurnya Aku baru saja menyelesaikan sesi pemotongan saat mereka datang. Dan untuk menutupi seluruhnya, Aku menjamu mereka dan menyalahkan Damar atas semua kasus penculikan itu. Pada saat penggerebekan, Aku benar-benar terkejut bahwa Aku memiliki saingan. Sampai akhirnya Damar ditangkap, lalu digiring oleh polisi. Beberapa hari sebelum penggerebekan itu, Bos kehilangan kontak denganku. Aku bingung, mengapa Bos tidak mengabariku seperti biasa? Saat Damar meminta para polisi itu ke Tanjung Priok, Aku kira Aku akan mengalahkan satu-satunya sainganku. Nyatanya, Aku malah melihat Bos tertangkap oleh polisi. Saat Aku kabur, Damar menjegal kakiku dan memborgol tangan dan kakiku. Ternyata... Ini semua adalah jebakan.......
<<<<< Present
"Hoaaaahhhmmm..... Buset, panjang amat cerita lu. Cerita apa ceramah?", para polisi itu menertawakanku. Sekarang, Aku hanya bisa pasrah dan membiarkan diriku membusuk di penjara. Tapi... Bagaimana cara mereka mempersiapkan jebakan ini?
"Pak?",
"Hmm? Apaan, To?", tanya Pak Ari padaku,
"Mmm... kalo.. boleh tau.... gimana Bapak bisa tau tindakan Saya? Terus... gimana ceritanya kalian buat...jebakan itu?",
"Mmm.... kasih tau gak ya??? Jang! Lu kasih tau dah!",
"Siap!", Damar datang dari belakang. Kalau Aku tidak salah dengar, logat bicaranya seperti logat Sunda halus. Ternyata....
Selama ini, Damar yang selama ini Aku tahu, bukanlah Damar yang sebenarnya. Dia hanya seseorang yang memakai topeng. Wujud aslinya berkulit sawo matang dengan rambut pendek. Pakaiannya pun berganti menjadi pakaian polisi dengan nama 'Ujang Darmawan' di dadanya.
"Kamu aslian pengen tau?", kata si Ujang dengan logat Sundanya yang khas.
Ia pun mulai bercerita...
"Bos kamu téh, udah jadi buronan selama 2 bulan terakhir. Awalnya mah, Bos kamu téh target incaran Saya waktu di kampung kénéh (masih di kampung). Nah, untungnya Saya téa jagoan. 'Sepandai-pandainya Tupai melompat, pasti akhirnya jatuh juga'. Saya sama Bebeb Sonya...", cerita terpotong,
"Ihhh.... Apaan sih A Ujang?!! Ogah banget Aku sama kamu!", Sonya tidak terima dengan panggilan 'Bebeb',
"Tuh kan, manggilnya juga Aa'. Berarti Bebeb sayang sama...", belum selesai Ujang berbicara, Sonya menjewer telinga Ujang.
"Ehhh... napa jadi ribut begini sih? Jang, lanjut!", Pak Ari melerai pasangan itu. Lalu Ujang menyambung ceritanya,
"Akhirnya, dengan bantuan intelektual Ujang Darmawan, si Bos ketauan deh, hehe...",
"Cih..sotoy", ledek Boy
"Apa kamu, Hah?!", Pak Ari melerai Ujang dan Boy. Cerita berlanjut, "Saya ikutin, gerak-gerik Bos kamu. Sampe akhirnya téh, Saya liat kamu sama dia lagi transaksi. Berkat intelejensi Ujang, kita ngerencanain jebakan di Tangerang Kota. Pas pisan timingna ogé (pas banget timingnya juga), belum lagi disana doang yang belum ada laporan anak hilang. Kita buat sosialisasi sama RT-RW setempat buat antisipasi.", ternyata, mereka sudah jauh-jauh hari merencanakannya. Intinya, sebelum Aku melancarkan aksiku di kota, para polisi itu sudah melakukan pertemuan rahasia alias 'sosialisasi' dengan RT-RW setempat. Soal anak yang Aku anggap si Kifli, ternyata itu cuma salah satu agen Polisi yang posturnya mirip anak kecil. Begitu juga dengan Ibunya. Dan soal potongan tubuh anak-anak yang Aku lihat waktu itu....
Cuma properti yang dibuat sedemikian rupa agar terlihat mirip dengan potongan tubuh manusia.
Saat Aku tiba, mereka mulai berpura-pura menjadi orang ramah dan baik. Para polisi itu mengirimkan anak buah mereka yang menyamar sebagai maling, perampok, copet, jambret dan rentenir supaya Aku bisa dianggap sebagai pahlawan. Hingga puncaknya, mereka mengirim 'Damar' alias Ujang. Lalu, masyarakat mulai menyebar kabar penculikan anak, yang mana bertepatan dengan aksiku di tempat itu. Dan pada saat penggerebekan, masyarakat itu hanya berpura-pura berdemo di depan rumah Damar. Dan jebakan pun dimulai.
Aku benar-benar tidak menyangka kalau rencana mereka berjalan dengan lancar. Dan kini, hanya Tuhan yang tahu bagaimana nasibku...
Tapi yang jelas, sudah pasti Aku mendekam di penjara...







0 komentar:
Posting Komentar