31.3.19

Bonus Story : Jurnal Raka Halaman 1

Disini semua yang masih menjadi rancu akan dijelaskan...


Halo! Kenalin, Saya Raka Putra Aditya. Kalo kalian mau tau, Aku orang yang jadi korban kegilaan keluarga Gandasasmita. Aku mau ceritain pengalamanku waktu jadi korban mereka.

Oke, bermula dari nganterin calon istriku yang tercinta, Reni Marianti. Aku nganterin Dia ketemu client yang bernama Sukanda Gandasasmita alias Enda. Kata Reni, Dia bakalan nunggu di sebuah taman di Kampung yang biasa Reni hunting foto penampakan. Akhirnya kita ketemuan dan langsung OTW ke lokasi.

Singkat cerita, kita sampe di lokasi. Well, to be honest, Aku ngerasa ada energi negatif yang besar begitu kita masuk ke komplek pemakaman. Begitu nyampe di depan gapura, Aku ngerasa sesuatu yang buruk bakalan terjadi. 

Enda ngejelasin tujuan Dia manggil Aku sama Reni. Tapi Aku nggak merhatiin, soalnya ada satu sumber energi jahat yang tersembunyi di rumah itu. Terus, kita bertiga pergi ke ruang bawah tanah. Disana ada 5 orang duduk mengelilingi meja. Mereka itu adalah adik-adiknya Enda. Di awal Enda bilang punya 6 orang Adik, tapi satu lagi mana? Apa jangan-jangan yang paling bungsu masih bayi? Aku nggak tau.

Tanpa basa-basi, ritual mediumisasi dimulai. Terus terang, ini tugas yang paling susah. Kenapa? Karena ada banyak sekali 'sosok' berenergi negatif berkeliaran di rumah ini. Aku sempat merasakannya, namun arwah yang diinginkan oleh keluarga itu kabur lagi. Hal yang paling ku benci adalah,
"AAAAAAAAA!!!!! LAMAAAAA!!!!", adik perempuan Enda mengganggu proses pemanggilan arwah. Aku terpaksa mengulanginya lagi. 

30 menit berlalu, salah satu Adik laki-laki Enda berhasil berinteraksi dengan arwah yang Aku coba untuk panggil. Dan akhirnya, arwah itu berhasil Aku transfer ke tubuhnya. Keluarga itu mulai berkomunikasi. Aku dan Reni senang bisa melakukan tugas kita kayak biasanya. Aku kasih tau Reni soal apa yang Aku rasain.

"Neng?", tanyaku. By the way kita ngomongnya sambil bisik-bisik ya?,
"Ya, A?",
"Aa' mau jujur...... disini hawanya nggak enak. Feeling Aa' nggak enak juga disini",
"Neng juga. Dari awal kita lewat ke kuburan, Neng juga udah firasat nggak enak. Belum lagi, rumah ini kan ada di tengah makam. Bawaannya nggak enak terus kalo ada rumah di tengah makam téh",
"Iya sih. Neng juga tau sendiri kalo misalnya rumah di tengah makam suka ada 'penguasanya' kan?", Reni ngangguk, "Aa' ngerasa ada satu sumber energi jahat disini", Reni kaget,
"Jahat?!",
"Iya Neng. Biasanya kan, Aa' ngomongnya energi negatif yang kekuatannya dahsyat, ngan ini mah leuwih dari éta jigana mah (cuman kayanya ini lebih daripada itu)",
"Oooh....emang, dimana asalna kitu, A?",
"Kalo Aa' nggak salah, tempatnya di....",

PLAAKKK!!!!
"HAHHHHHH?!", Reni kaget sambil nutup mulutnya. Aku sama Reni sama-sama kaget dan gak nyangka sama apa yang kita lihat. Sosok yang Aku masukin ke badan Adik laki-lakinya Enda nampar Kakaknya sendiri. Sosok itu ngebentak Enda. Penipu lah, anak gak guna lah, itu yang diomongin sama sosok itu.

Beberapa saat setelahnya, sosok itu pergi. Oh ya, sebelum sosok itu pergi, salah satu adik perempuan Enda pergi meninggalkan ruangan. Aku nggak tau kemana Dia pergi. Tapi yang jelas, Dia kecewa sama Kakaknya. Tega banget pura-pura kerja nyatanya ngemis. Setelannya aja kayak orang eksekutif, tapi kerjaannya jauh dari kata 'eksekutif'.

Kalo orang normal, begitu tau keluarganya ada yang mengecewakannya, pasti bakal marah atau gimana kek. Tapi ini......
Mereka malah lempeng-lempeng aja. Nggak cuma itu, mereka malah membelanya.

"Hhh....udah beres ritualnya. Mau...coba komunikasi sama Emak kalian?", tawar Reni,
"Iya Teh! Sekar mau! Sekar mau ngobrol sama Emak!",
"Tunggu!.....", Enda mulai angkat suara. Dia menoleh tajam kearah Reni dan Raka, "Ini semua....... gara-gara kalian....", pasangan itu terbelalak. Enda tiba-tiba saja menyalahkan mereka,
"Mmm... maksudnya?", tanya Raka takut,
"Gara-gara kalian.....Saya.... dipermalukan di depan adik-adik SAYA!", Enda melototi pasangan itu, "Gara-gara kalian, adik Saya PERGI DARI RUMAH!! KALIAN PASTI SENGAJA NGELAKUIN ITU!!",
"Eh, Nnn...Enda...Ki-kita bisa jelasin...", ucap Reni,
"SIMPEN PENJELASAN KALIAN!!! SAYA NGGAK BUTUH PENJELASAN APA-APA!! SAYA PENGEN KALIAN............. Tanggung jawab....", raut wajah Enda yang penuh emosi berubah menjadi raut muka licik. Dia menatap pasangan itu dengan tatapan jahat. Begitu juga dengan adik-adiknya. Raka dan Reni perlahan berjalan mundur. Tiba-tiba...

"Hey!...Ngghh...lepasin!!...Enda, apa-apaan ini?!", Nani dan Sekar bergegas menangkap Reni, sementara Dodo dan Aji menangkap Raka,
"LEPASIN NGGAK??!! KALO NGGAK...", ancam Raka,
"Kalo nggak kenapa, Hah?...Mau jadi jagoan Kamu?...Kamu nggak tau siapa Saya, Hah?...Saya anak sulung Gandasasmita! Ahli debus ternama di kampung ini! Kamu nggak akan bisa nyakitin Saya! Saya kebal!", Enda mengeluarkan pisau cutter yang ia simpan di sakunya. Ia menggores lehernya....

Namun, tidak ada luka sama sekali. Dia bahkan menusuk kepalanya, namun pisau itu malah patah. Raka dan Reni terbelalak melihat kelebihan yang dimiliki Enda. Mereka sudah berurusan dengan orang yang salah,
"Gimana?....Udah percaya sekarang?.....", Raka terus berontak. Namun cengkeraman Dodo semakin kuat. Tubuh kecilnya tertutupi oleh bobot tubuhnya yang besar, "Sekarang...Saya minta tanggung jawab kalian....Saya mau....",
"Apa?...Apa mau mu?", Enda menatap sinis Reni dan bilang,
"Saya mau Reni jadi milik Saya...", Raka semakin memberontak,
"Nggak.... Nggak boleh!! Reni punyaku!!! AAAAAHHH!!!!", Dodo memutar lengan Raka dengan kencang. Dia nyaris mematahkan lengannya,
"AA'!!!! LEPASIN!...LEPASIN... AAAAAHHH!!!!", sementara Reni digigit oleh Sekar hingga berdarah. Enda tertawa jahat dengan pemandangan yang ia lihat,
"Nani, Sekar, bawa Dia! Dodo, Aji bantu Aa' sama orang ini!", Reni dibawa paksa keluar ruangan, sementara Raka ditahan di ruangan. Dodo memegang kedua tangannya, sedangkan Aji menahan kedua kakinya. Tenaga dari dua orang anak kecil itu terlalu kuat bagi Raka. Enda menghampiri Raka dan mengatakan sesuatu......




































"Kamu...harus... tanggung jawab.....",
BUKKK!!!
Itu kata-kata terakhir yang Aku inget sebelum akhirnya Aku dipukul dari belakang. Aku langsung pingsan saking kencengnya pukulan itu.

Aku bangun dengan tangan dan kaki terikat. Di depan mata, ada sepiring nasi. Tapi, bukan nasi pada umumnya, melainkan nasi yang sudah kering alias dedek (nasi kering buat makan Ayam). Apa-apaan ini? Mana mau Aku makan yang beginian. Yaa...ada air di gelas sih. Tapi bau. Ini air apa? Jangan-jangan air sumur nih? Soalnya dulu waktu kecil Aku emang minum air sumur. Yaa...wajar sih namanya zaman dulu. Tapi kalo sekarang mah atuh.......nu balég wéh? Daripada makan dedek, kenapa nggak dikasih kerupuk kering aja yang belum dimasak?

Sehari... Dua hari... Tiga hari... Seminggu... Dua minggu... sampe gak kerasa udah tiga minggu Aku disini. Udah lama Aku nggak ketemu Reni. Gimana mau liat Dia, orang diiket gini? Mau kencing sama ngising (BAB/Berak/Boker/Buang T**) aja susah. Tapi bukan berarti Aku nahan buang air ya? Emang di bolehin, cuman Aku harus diawasin kalo mau buang air. Udah gitu diiket lagi. Kalian mau tau Aku buang air dimana? Di halaman rumah. Udah gitu gak di kasih buat cebok lagi. Kampret! Oh ya, kalo mau buang air, Aku cuma di kasih tali yang nyambung ke lonceng di rumah.

Biasanya, Aku pake waktu buang air Aku buat nyuri-nyuri info. Yang paling sering diomongin sih, soal si adek cewek yang ilang, Kinanti namanya. Terus, soal peti mati. Kalo kalian baca cerita utamanya, Aku sama Jaka dimasukin ke dalem peti. Nah, gini ceritanya.

Enda lagi bikin peti mati waktu itu. Awalnya Aku nggak tau buat apa, tapi waktu itu sih ngomongnya buat jenazah orang tuanya yang nggak kepake. Terus, si Dodo dateng pengen ikut bikin juga. Dia ikut-ikutan ngukur ukuran peti mati buatan Enda. Karena nggak ada bahannya, si Dodo pergi nyari bahan. Eh, yang dapet triplek bekas pintu yang masih ada gerendel nya. Dia bawa peti matinya itu dalam keadaan udah jadi. Disitu si Dodo dimarahin abis-abisan sama Kakaknya. Saking bego nya itu anak. Emang, selama Aku dijagain pas buang air, si Dodo emang yang paling gampang buat di bodo-bodoin atau bahasa Sundanya mah dibobodo. Dia juga gampang dialihkan perhatiannya. Badan aja gede, otak secuil doang. 

Nggak kerasa udah hampir sebulan Aku disini. Badanku perlahan-lahan mulai kurang sehat. Wajar sih, makan dedek pake minum air sumur yang bau, plus buang air gak pernah dikasih buat cebok lagi. Jangan tanya soal mandi, ya? Cebok aja gak dikasih, apalagi mandi. Selama Aku nyari info, mereka nggak pernah nyebutin dimana Reni sekarang. Terus, tiap hari ada aja orang asing yang masuk kesini tapi nggak pernah pulang lagi. Aku penasaran kemana orang-orang itu pergi. Apa jangan-jangan.....
Ah, itu nggak mungkin. Aku ngebayangin kalo orang-orang asing itu dibunuh sama keluarga ini. Tapi... nggak tau juga sih.

Satu malem, Aku mencoba untuk tidur. Tiba-tiba, ada orang yang ngebuka pintu masuk ke ruang bawah tanah. Orang itu kayak yang lari ke bawah tangga.

"Aa?!",
"Neng?",
"*hiks* Aa!!!!", akhirnya Aku bisa ketemu lagi sama Reni. Dia peluk Aku, terus nangis. Perasaanku antara seneng sama sedih. Kalo liat perempuan téh sok asa sedih wéh kitu (suka sedih aja gitu). Ngan di sisi lain mah, Saya téh seneng banget bisa ketemu lagi sama cintaku, "Aa' nggak apa-apa? *hiks*", 
"Nggak sayang. Neng jangan cemasin Aa'. Yang penting mah Neng baik-baik aja",
"Nggak....Neng gak tega ngeliat Aa' menderita kayak gini....*hiks*",
"Udah.... nggak apa-apa....Neng harus selamet. Aa' juga usahain buat selamet biar kita jadi nikah, ya?",
"Aa'....tolongin Neng....",
"Kenapa?",
"*hiks*.....Neng dipaksa nikah sama Enda....",
"HAH?! YANG BENER?!",
"Iya, A. Neng nggak mau.....Neng juga disekap di dalem gudang....",
"Disini ada gudang emang?",
"Iya....ada di lantai atas pintu ketiga dari belakang. Meni keueung (ngeri/serem) pisan hayo A?",
"Dikasih makan?",
".......Cuma dedek aja...sama aér sumur...",
"Wah sama atuh. Aa' juga sama. Kalo buang air?",
"Susah Aaaaaa..... jabaning gak ada yang nyahut kalo Neng ketok-ketok juga....", apa yang dirasakan Reni sama sepertiku, namun, kalo dibandingin kayanya lebih parah Dia,
"Ehh...Neng? Bisa.... lepasin Aa? Kita pergi dari sini",
"Emang itu tujuan Neng kesini", Reni melepaskan ikatanku. Dan tanpa basa-basi, Kita berdua kabur dari rumah....



































"Kamana atuh euy? (Mau kemana nih?)", pas kita udah di depan pintu depan, kita ketahuan, "Samaruk babari kabur ti dieu? (Kamu kira gampang kabur dari sini?)",
"Emang udah harusnya Kita pergi dari sini!", kata Aku,
"Hehehehahahahaha......gak seenak jidat atuh. Gak segampang yang kalian kira. Asal kalian tau, setiap tamu yang datang kesini, gak pernah bisa keluar dari sini. Itupun....kalo mereka nggak sopan sama keluarga Saya dari awal kemari. Contohnya......kayak kalian ini. Awalnya sih, ngebantu........ tapi udah gitu, malah ngejatuhin harga diri saya. Sekarang....mau pergi......nggak pamit.....emang ya....kalian itu tamu yang gak tau sopan santun...", Aku merasa panas,
"CUKUP!! SIA NU GÉLO!!(GILA LU!!)  SAYA GAK SUDI DISINI!!",
"HAHAHAHAHA!!! Kayak gini contohnya orang yang gak tau etika sama sopan santun. Kurang baik apa kita? Makan, dikasih. Minum, dikasih. Tempat tidur, dikasih. Kurang apa lagi coba?", Aku nggak tahan lagi. Aku lari kearah Enda buat nyerang Dia.....

Tapi itu adalah langkah yang salah. Aku terpental ke belakang gara-gara satu pukulan di sekitar ulu hati. Punggungku mengenai engsel pintu. Dan itu sakitnya minta ampun. Aku nggak bisa gerak, saking sakitnya. Aku tengkurep di lantai dan gak bisa ngapa-ngapain. Aku lihat Reni ditangkep lagi sama mereka. Abis itu, Aku ngerasa ada yang mukul kepala belakangku. Setelah itu, Aku nggak inget apa-apa.....
































"HALO?....HALO?....", kayak ada suara...dimana ya?,
"Halo?...Dimana kamu?", sahutku,
DUK-DUK-DUK!!!
"SEBELAH SINI 'A!", Aku liat ke samping, tau-tau ada gundukan tanah. Wah....kayanya ada orang dikubur hidup-hidup juga,
"Bentar 'A! Tungguin!", untung ada sekop di samping makam. Aku gali gundukan itu....

Kata Aku juga apa, bener kan ada peti lagi. Cuman, yang ini petinya beda. Ada semacam selot atau berendelan diluarnya. Terus, berendelan itu dipasang gembok.
DUK-DUK-DUK!!!
"HALO?...'AA DIMANA?...", tanya si orang dalem peti,
"Saya di atas peti! Saya bukain dulu gemboknya!", Aku coba buat mukulin gembok itu pake sekop,
"JANGAN!!!", baru aja mau mukul malah disuruh stop, "JANGAN DIPUKUL-PUKUL PETINYA! MASALAHNYA, BAHAN PETINYA RAPUH. SEKALI PUKUL, BISA-BISA SEKOPNYA NEMBUS KE DALEM. SAYA BISA MATI KETUSUK SEKOP!", iya sih. Petinya terbuat dari triplek. Sekali injek langsung hancur petinya. Aku asumsikan peti ini ukurannya pas banget sama badan si orang yang dikubur di dalemnya,
"Terus Saya harus gimana atuh 'A? Kalo nyari kunci dulu takutnya nyawa 'Aa gak selamet",
"JANGAN NGOMONG GITU KALO BELUM DICOBA!! JANGAN PUTUS ASA!! SAYA PERCAYA KAMU BISA!!", serasa dengerin Mario Teguh euy. Terpaksa Aku harus masuk ke dalam 'neraka' itu lagi,
"Tunggu ya, 'A? Saya nyari kunci dulu!", Aku langsung lari ke dalem,
"YA!! KAMU PASTI BISA!!",

Kemudian...
"A?...A!...",
"YA?",
"Saya dapet kuncinya!",
"BAGUS!...HAH..HAH... CEPET BUKA SEKARANG!!!", Aku coba setiap kunci satu persatu. Tanganku gemetaran hebat sampai-sampai Aku harus menjatuhkan kuncinya beberapa kali, "TENANG....HAH...HAH... JANGAN TEGANG....HHH...HHH....", Aku berpacu dengan waktu. Aku ngerasa si 'Aa mulai kehabisan nafas, "GEMBOKNYA ADA MERK-NYA NGGAK?...HHH...HHH...HHH....", merk? Bener juga... Aku cari kunci yang merk-nya sama dengan gemboknya....

Bingo!
SEK! KRKK-KRKK!!! KECLAKKK!!!!
DUKKK!!!!
"GAAAAHHHHH!!!!!......HHH..HHH..HHH..HHH..HHH.......HAAAAAHHHH.....",
"Alhamdulillah..... 'Aa nggak apa-apa?", eeehhh....itu pertanyaan bego sih...
"Yaaaaa......Hhh..Hhh.... Saya nggak apa-apa....Nuhun nya?",
"Ya 'A. Sami-sami. Maaf kalo agak lama tadi",
"Nggak apa-apa.... yang penting mah kuncinya dapet aja udah syukur",
"Iya.....", Aku penasaran, bagaimana si 'Aa ada disini ya?, "Oh ya 'A. Maaf mau nanya, 'Aa gimana cerita bisa disini?", si 'Aa lama ngejawabnya. Dia mulai ceritanya...

Itulah awal pertemuanku dengan seorang pemuda yang kelihatannya lebih muda dariku. Namanya Jaka. Kita saling bertukar cerita. Bagaimana caranya kita bisa berakhir disini.

"Abis itu, Saya ditahan di ruangan itu selama sebulan. Pas nyoba kabur, malah ketahuan dan berakhir sama kayak Kamu",
"Terus, gimana Aa' bisa selamat selama sebulan itu?",
"Kamu siap-siap aja dikasih dedek (nasi kering buat makanan Ayam). Tapi, Saya harap Kamu nggak sampe ketangkep sama mereka. Pokonya mah, Kamu harus pergi dari sini",
"Nggak A'! Saya mau bantu Aa' nyari tunangan Aa'!",
"Jangan, Jak! Bahaya! Kamu udah tau sekilas asal-usul keluarga ini dari Saya",
"Nggak! Jaka nggak mau ninggalin A' Raka gitu aja! Semua ini harus diselesaikan!", begitulah akhir dari cerita Kami. Setelah itu, kami mulai mencari keberadaan Reni.

Kita masuk ke rumah, tapi Reni nggak ada. Disitu Aku baru tahu satu hal....
Keluarga itu adalah keluarga psikopat. Buktinya, ada potongan tubuh manusia di dalam rumah. Aku berasumsi bahwa setiap orang asing yang tidak pernah pulang lagi dari rumah ini, berakhir tak bernyawa. Di sebuah ruangan di lantai 3, tepatnya ruangan kosong dengan foto orang tua Enda di tengahnya, ada satu sosok yang ingin berkomunikasi denganku. Ada 2 sosok, pria dan wanita. Mereka memohon bantuanku untuk membakar sebuah kertas dibalik tembok di dalam ruang bawah tanah. Aku dan Jaka pergi ke ruangan itu. Setelah Aku menemukannya, Aku langsung membakarnya. Aku masih belum paham apa maksudnya.

Segera kami berlari keluar rumah. Aku baru ingat kalau Reni dipaksa menikah dengan Enda. Karena tidak ada orang lain selain Aku dan Jaka, itu artinya mereka pergi ke suatu tempat untuk melangsungkan pernikahan.







































Namun....
Aku ditabrak oleh mobil dan tak sadarkan diri....

0 komentar:

Posting Komentar