Kemanakah perginya Anto?
Disini Dia akan menjawabnya...
Halo, nama saya Andrianto Waluyo atau biasa disebut Anto. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, sudah waktunya untuk menyiapkan bahan skripsi. Maka dari itu, Aku harus ngadain riset. Aku pengen bahas perihal proses penguraian sampah apabila terdapat kandungan air di dalamnya. Bersamaku ada Fadlan dan Mira. Yang kutahu, Fadlan akan mengangkat masalah pencemaran air sungai. Untuk Mira sendiri, dia masih merahasiakannya. Sejujurnya, Aku tidak suka dengan rencana ini. Tetapi dosenku meminta kami untuk mengadakan riset bersama. Terlebih karena inti permasalahan yang akan diangkat di sidang skripsi nanti memiliki kesamaan, yakni lokasi.
Bukan cuma rencana riset bersama, Aku sebenarnya tidak suka dengan rekan satu grupku. Yang satu cari muka, yang satu bawel. Aku sudah coba untuk meminta dosen agar Aku bisa melakukan riset sendiri. Namun, dosenku mengancam akan mempersulit sidang ku nanti. Dengan terpaksa Aku menurut.
Kami menetap di sebuah kos di dekat sebuah kali sekitaran kampus. Soal biaya, ditanggung universitas. Disitu, kami bergabung sebagai sukarelawan pemuda pecinta alam setempat (sebenarnya itu cuma akal-akalan sekaligus cari muka, sih. Alasannya untuk mempermudah progres riset kami). Meskipun itu terbukti benar, tapi Aku tidak suka jika harus mencari muka kepada masyarakat dan para pemuda itu. Oh ya, Aku jelaskan sedikit tentang diriku. Aku memang orang yang tidak percayaan. Aku akan percaya dengan omongan seseorang jika Aku sendiri sudah membuktikannya.
Seperti halnya dengan mitos masyarakat setempat. Mereka beranggapan kalau kita melihat sendal terapung di air, maka kita akan hilang. Atau lebih buruknya lagi, mati. Memang sudah ada buktinya bahwa hampir setiap tahun, selalu ada 6 orang anak yang menjadi korbannya. Anak-anak itu menghilang setelah mengejar sendal yang terapung itu. Dan berakhir dengan kematian mereka. Bukan cuma itu, semua korbannya pasti harus kehilangan sebelah tangannya. Aku sih, tidak percaya begitu saja. Aku hanya akan percaya jika kebenarannya sudah ku ungkap.
Satu malam, Aku merasa lapar. Aku mengajak Fadlan kala itu, namun dia sibuk dengan skripsinya. Sejak awal, dia yang selalu mencuri start dalam pembuatan skripsi tersebut. Dia malah menitip minta dibelikan makanan. Heh, beli saja sendiri. Aku keluar kamar. Tadinya, Aku ingin ajak Mira, tapi kudengar ia sedang berbicara dengan seseorang. Daripada mengganggu, lebih baik Aku makan sendiri saja.
Beruntung, ada sebuah warteg di dekat kosan. Jadi tidak butuh waktu lama untuk bisa mencicipi sesuap nasi.
"Misi, Bu?",
"Eh... Cep Anto. Makan disini atau dibungkus?", tanya si pemilik warteg bernama Bu Minah,
"Makan sini, Bu. Menunya yang biasa, ya?", pemilik warteg itu langsung menyiapkan pesanan ku. Aku keluar sejenak untuk melihat kali. Malam itu, arusnya deras sekali. Tak lama kemudian, Aku lihat sebuah sendal terapung di air. Dari ukurannya seperti milik seorang anak kecil. Perlahan-lahan, Aku menuruni tepi jalan. Namun sayang, Aku tidak bisa mengambil sendal itu. Arus sungai yang kencang membuatnya bergerak cepat. Aku langsung ikuti kemana arus membawa sendal itu.
Aku berlari menuju jembatan. Dari warteg, hanya perlu bergerak lurus saja. Sesampainya di bawah jembatan, arusnya sedikit lebih tenang. Karena terdapat turunan beberapa meter sebelum jembatan. Disitu, sendal yang ku ikuti sempat berhenti. Aku kembali bergerak mendekati sendal itu......
Sampai disitu Aku tidak ingat apa-apa. Saat kubuka mataku, Aku sudah berada jauh dari jembatan itu. Tubuhku basah kuyup. Seperti habis berenang. Ya... Sepertinya Aku memang berenang di sungai. Soalnya, Aku mendapatkan sendal itu. Tapi, dimana Aku??? Tempatnya seperti... di sebuah kebun. Tidak, tepatnya hutan bambu. Aku mengitari hutan itu dan berharap ada jalan keluar.
SREK..SREK...
Sepertinya ada seseorang di belakangku....
"HUWWAAAAAA!!!!",
"HUP!!", BAAAMM!!!,
BRUKK!!!
Ternyata benar. Hampir saja Aku diserang oleh seorang pria tua. Dia.... membawa golok? Benarkah???
Ya, Aku tidak salah lihat. Aku tidak tahu mengapa pria itu mencoba untuk membunuhku. Tapi, dengan kemampuan beladiri yang kupelajari dari Ayah, Aku bisa memukul pria itu hingga tak sadarkan diri. Dan sedikit informasi tentang diriku, Aku dilahirkan dari keluarga militer. Lebih tepatnya Ayahku. Dia salah satu prajurit TNI AD. Dia yang mengajariku semua hal tentang hidup. Itu sebabnya bahasaku lebih cenderung ke bahasa formal. Karena Ayahku mengajarkanku untuk menjadi anak yang tangguh, serius dan tegas. Meskipun akibatnya Aku harus dijauhi oleh teman, Aku tidak peduli.
Setelah itu, Aku melanjutkan perjalanan mencari jalan keluar dari hutan itu. Beruntung, Aku berhasil keluar. Namun, Aku berada jauh dari lokasi sekitar tempat riset ku. Bagaimana Aku bisa tahu? Jawabannya adalah karena Aku berada di dekat rumah kosong di pinggir jalan yang lokasinya dekat dengan kampus. Sekarang Aku tahu, kemana sungai itu membawaku. Aku berlari menuju jalan raya.....
Bagus... Sekarang kepalaku pusing. Rasanya sesuatu menghantam kepalaku. Tapi apa ya??
Ahh... Aku ingat. Aku ceroboh karena terlalu fokus ke jalan raya, sampai Aku lupa bahwa Aku baru saja menabrak sesuatu. Sebentar...
Kenapa tubuhku terikat oleh tali?? Siapa yang melakukan ini. Berbekal ilmu yang diajarkan oleh Ayah, Aku berusaha untuk meloloskan diri.
Betapa kejutnya Aku saat melihat sekumpulan tangan manusia tergantung di langit-langit ruangan dimana Aku disekap. Siapa yang melakukan ini semua???







0 komentar:
Posting Komentar