14.3.19

S02E27 : Aliran Maut Part 2(END)




Sesuai judulnya...
Apakah akan berakhir bahagia?
Atau...
Sebaliknya?....






Keesokan harinya...
SLURRPPP....
"Ahhhh... enak banget jusnya. Makasih ya, Mir. Udah mau traktir kita", kata Ema,
"Iya nih, kapan-kapan kalo lagi libur kuliah mampir aja", ajakku kepada Ema,
"Jadi ngerepotin gini. Nggak enak bawaannya, Mir", kata Ica,
"Ah, nggak masalah. Aku lagi ada rejeki lebih aja.", Oh ya, sekarang hari Minggu. Aku ajak Ema sama Ica ke kafe Om Aku. Mumpung free, kenapa nggak di ambil aja kesempatan ini. Tadinya, Aku pengen ajak anak cowoknya juga. Cuman, mereka semua berhalangan hadir. Huft... Aku kan, pengen banget deket sama Alvin atau Gibran. Eh, dua-duanya aja deh, biar direbutin. Kita bertiga ngabisin waktu libur buat hangout bareng, nonton bareng, pokonya have fun deh. Itung-itung refreshing, biar gak butek gara-gara skripsi.
Udah puas hangout, kita balik ke rumah masing-masing. Ups, kalo Aku sih balik ke kosan. Lupa kalo Aku lagi ngekos. Kita pulang begitu waktu udah malem. Akhirnya, Aku sampe di kosan. Aku ambil kunci kamar di dompet.....
CEKLEK....
Eh...kok gak dikunci?? Seinget Aku udah dikunci lho. Ya udah deh, daripada di ambil pusing, mendingan langsung masuk terus tidur. Aku udah capek banget. Tidur di kasur enak nih kayanya....






AAAAHHH!!
BAAM!!!









Di lain tempat...
"Bodo!....Bodo!.... BODO BANGET LU LAAANN!!!! Hahhh.... Hahhh.... Hahhh....", Aku marahi si bodoh Fadlan itu. "Kenapa lu malah ngasih tau lokasi si Mira, HAH?!!.... JAWAAAAB!!!",
"...*hiks*... Sorry.... *hiks*.... Sorry, To.... Gua....minta maaf....*hiks*.... Gua bingung mesti gimana lagi....", jawabnya sambil terisak,
"Simpen aja permohonan maaf elu!!! GUA nggak butuh itu semua dasar PENGECUT!!! TUKANG CARI MUKA!!!", setiap kali Aku marah, Aku terbiasa melampiaskan semua unek-unek yang ada dalam hatiku. Aku maki dia tiada hentinya. Sedangkan dia, semakin kencang tangisannya seperti bayi. Dan juga, dia pun tidak henti-hentinya meminta maaf kepadaku. Sebelumnya, si psikopat itu menanyakan keberadaan Mira. Sejak kami datang, dia sudah mengincar kami. Sekarang, dia sedang mencari keberadaan Mira. Terima kasih kepada orang bodoh yang terikat di sebuah kursi di depanku. Aku lebih baik kehilangan tangan ketimbang membiarkan temanku tersakiti. Ya, psikopat itu sudah mengambil ancang-ancang untuk memotong tanganku jika kami tidak memberitahukan keberadaan Mira. Kemudian, semua berubah ketika dia membocorkannya. Terima kasih Fadlan.... Terima kasih....






16 jam kemudian....
Sudah 2 hari lamanya Aku disekap oleh psikopat itu. Sedangkan teman-temanku baru satu hari. Kami disuguhi bangkai hewan dan air seni si psikopat untuk makan dan minum. Hanya Aku saja yang melahapnya. Dan sisanya, kalian tahu sendiri. Psikopat itu mengatakan kalau sudah tepat di hari keenam, ia akan mengeksekusi kami bertiga. Aku masih mengulik cara agar bisa lolos dari neraka ini. Untuk teman-temanku sendiri, mereka hanya bisa meratapi nasib dan mengharapkan agar kematian mereka disegerakan. Dasar lemah! Aku beruntung karena diajarkan untuk bertahan hidup oleh Ayah. Oleh karena itu, Aku tidak akan menyerah.
Keesokan malamnya....
"Hahahaha!!!.... Malam ini.... Tepat 6 tahun.... 6 bulan.... dan 6 hari lamanya Aku berkorban untuk Aki. Sekarang, saatnya bagiku.. untuk mempersembahkan korbanku yang ke-666....", Kami dibawa ke sebuah ruangan yang hanya disinari oleh cahaya lilin. Di tengah ruangan, terdapat sebuah meja dengan pengikat lengan di tengahnya. Meja itu, terletak ditengah ukiran berbentuk pentagram di lantainya.
"Nggak!! Nggak!!! Jangan!!! JANGAN!!!", Fadlan yang terpilih pertama. Psikopat itu mengikat lengan kiri Fadlan di meja. Sebuah golok tajam berada di genggaman Psikopat itu.
"Ada kata-kata terakhir?",
"...*hiks*... To... Mir... Gua... minta maaf sebesar-besarnya sama kalian...*hiks*... Ga-gara-gara Gua...*hiks*... ka-kalian ja-jadi....be....beginiiii.....", dih, cupu. Ya... Aku juga tidak tega mendengarnya. Dengan begini, Aku harus merelakan temanku mati secara perlahan. Cara si Psikopat itu membunuh korbannya adalah dengan memotong lengannya, lalu membiarkan si korban tewas kehabisan darah. Ia juga membuang si korban ke kali dan membiarkan arua kali yang deras membawa tubuh si korban.






"FADLAN, JANGAAAAAAAAAANN!!!!!", teriak Mira. Percuma saja, Nona. Kau tidak akan bisa menyelamatkannya.






CHOP!!!
"AAAAAAAAAHHHHHHHHHH!!!!!!!!..... HAAAAAAHHHH..... HAAAAAAHHHH...... AAAAAAAAAHHHHHHHHHH!!!!!!!!.....", Aku tidak suka melihat ini. Ini benar-benar gila.
"Hahahaha!!!! Satu sudah selesai.....", Psikopat itu melirik kearah Mira, "Kayanya Neng cantik ini nih.... Hehehehahahaha!!!",
"NGGAK!! JANGAAAAAAAAAANN!!!! ANTOOOO!!! TOLOOONNGGG!!!!", Aku memberi isyarat kepada Mira untuk tenang. Lengannya terikat di meja. Dan si Psikopat sudah bersiap diri untuk mengeksekusi Mira.
"Udah siap, Neng?", tanya si Gila itu (Aku lelah dengan penyebutan Psikopat itu).
"NGGAK AKAAAAANN!!!!.... MATI AJA LOOOO!!!",
PLAKKK!!!!
Kalian tahu? Menampar seorang gadis adalah tindakan paling pengecut bagiku. Dan hal itu, dilakukan oleh si Gila itu.
"Ini.... Ini nih.... Yang kaya GINI yang minta dikorbanin.......... Tapi.... Gua suka gaya lo... Gua suka sama yang minta dikorbanin kayak gini..", waktunya eksekusi. "Ada pesan-pesan terakhir?", Oke, karena durasi, nggak mungkin Aku jabarkan semua pesan terakhir Mira. Karena, dia mengatakannya dengan panjang lebar.
PLAKKK!!!
"BACOT!!!............ UDAH MUAK GUAAAAA!!!!",
"JANGAAAAAAAAAANN!!!!!!!",














BUKKK!!!.....BRUKKK!!!













"Lu...... BERANINYA ELUUUUUUU!!!!!",
BAAAKKK!!!! BUKKK!!!! WHAAAMM!!!!
"MIR, CEPET PERGI!!!", Aku berhasil lolos dari ikatan si Gila dan menghajar wajahnya tepat sebelum ia memotong lengannya Mira. Kalian pasti berpikir, mengapa Aku tidak melepaskan diri pada saat Fadlan dieksekusi? Jawabannya adalah, Aku masih berusaha untuk melepaskan ikatannya. Aku akui ikatannya memang kuat. Bahkan butuh hampir 3 hari lamanya Aku bisa mengulik caranya. Dan soal makan dan minum, Aku makan seperti seekor Ayam.
Aku menyuruh Mira untuk pergi, tetapi dia malah bersikeras untuk membawa Fadlan. Bagiku, itu percuma saja. Aku sudah memperhitungkan segalanya. Meskipun Fadlan berhasil dibawa lari, dia tetap tidak bisa diselamatkan. Dia akan meninggal di perjalanan menuju RS. Kecuali jika Tuhan berkehendak lain.
"Lan, ayo! Kita harus pergiii.... Aku nggak bisa ninggalin kamuuu....",
"Nggak.... nggak, Mir..... Aku emang udah harusnya mati... Ini.... udah berakhir....",
"Beluuumm...*hiks*... Belum, Lan....*hiks*.. kamu cowok... kamu harus kuaaaaatt.....", Mira tetap mengajak Fadlan yang sedang sekarat. Aku memintanya untuk merelakan kepergiannya. Sementara Aku, masih bertarung dengan si Gila ini. Aku akui dia masih tangguh di usianya yang sudah tua. Sampai saat ia berhasil menjatuhkanku.......










JLEBBB!!!!......BRUKKK!!!
"MIRAAAAA!!!!!", Mira memasang badan dan merelakan punggungnya ditusuk oleh si Gila.
"Hehehehahahaha!!!!......Dua sudah selesai..... Sekarang........ GILIRAN LOOOOO!!!!!",













DORRR!!!!
AAAAAHHHHH!!!!!.....BRUKKK!!!!
"ANGKAT TANGAN!!!....KAMU SUDAH DIKEPUNG!!!!.....",













Hahh... Hahh.... Ughh....
Dimana Aku??... Kenapa ada banyak sekali orang mengerumuniku??... Ayah??... Apa itu kau??...
"... To? Bangun, nak. Bangun.", Ya, itu Ayah. Dia segera memelukku begitu Aku siuman. Aku benar-benar tidak ingat apa-apa. Tapi tunggu, bukankah Aku sedang bertarung dengan pria gila itu??
Dimana dia? Aku tidak menemukannya dimanapun......
Aha! Itu dia. Digelandang oleh polisi. Hahh... Terima kasih Tuhan. Ini benar-benar sebuah keajaiban. Aku tanyakan kebenaran yang sesungguhnya. Ayah datang bersama polisi. Katanya, selama 3 hari ia tidak bisa menghubungiku. Dari situ ia mulai curiga. Saat di kantor polisi, Ayah bertemu dengan anak-anak pecinta alam yang kebetulan mencari keberadaan kami. Dan kebetulan juga salah satu tim kepolisian dari pusat sedang mengincar pelaku terduga pembunuh berantai di sekitar Bogor.
Anak-anak pecinta alam langsung menjelaskan 'pamali' setempat itu. Beruntung, dengan semua itu para polisi berhasil menemukan kami dan meringkus si Gila tepat waktu.
Pelaku bernama Suwardi, 58 tahun. Pelaku menyebutkan berapa lama ia menjalankan aksi kriminalnya sama dengan yang ia ucapkan padaku. Dan motif pembunuhannya, sama dengan yang ia katakan pula. Untuk Aki. Heh, dasar gila. Pelaku dikenakan hukuman penjara seumur hidup, namun anehnya dia tidak terindikasi mengalami gangguan jiwa. Ini jadi sebuah tanda tanya besar.
Oh ya, soal teman-temanku. Fadlan, sesuai perhitunganku nyawanya tidak tertolong karena kehabisan darah. Mira, dia sempat kritis. Atas kuasa Tuhan, dia masih selamat. Dan untuk riset kami, masih berlanjut. Aku dan Mira melanjutkan riset sebulan setelah kejadian.










Begitulah kisahnya.
Saya Anto, sampai jumpa.....

0 komentar:

Posting Komentar