Disini kita akan berkenalan dengan karakter lainnya...
Ada sebuah keluarga yang terdiri dari 7 orang bersaudara. Mereka sudah lama ditinggal mati oleh orang tuanya. Anak tertua bekerja sebagai tulang punggung keluarganya. Di pagi hari, Dia berdandan dengan kemeja dan jas rapi layaknya seorang manajer di perusahaan ternama. Dia pergi dari rumahnya demi sesuap nasi bagi keluarganya. Tapi, bukannya ke kantor. Dia pergi ke taman di kampung dan tertidur pulas di bangkunya. Orang awam beranggapan kalau Dia adalah seorang yang baru saja di-PHK dan memberinya uang layaknya pengemis.
Dia sudah berapa kali mendapat percobaan pengusiran oleh warga. Namun, sesuatu dalam dirinya yang melindunginya dari percobaan itu. Dampaknya, wargapun tidak berani mengusirnya.
Suatu hari, Dia ketiduran. Dia terbangun tengah malam. Hanya ada Dia saja di taman kampung. Tiba-tiba, sekelebat cahaya menarik perhatiannya. Nampaknya cahaya itu datang dari flash kamera seseorang. Kamera yang dimiliki oleh seorang gadis yang seumuran dengannya.
"Hey!", sapa si sulung
"Halo?", jawab si Gadis,
"Kamu lagi ngapain? Foto-foto tengah malem begini?", tanya si sulung,
"Oh, Aku lagi nyari penampakan", si sulung tertarik dengan apa yang dilakukan si gadis,
"Aslinya?", si gadis mengangguk, "Coba, Saya mau liat", si gadis menunjukkan galeri fotonya. Ada banyak sekali foto orbs dan sosok bayangan di dalamnya, "Wah, hebat! Kok bisa sih?",
"Soalnya Aku pake kamera khusus. Oh ya, Aku téh jurnalis paranormal. Jadi, Aku kesini mau liat ada setan apa aja, gitu. Aku juga anak indigo. Aku tau disini ada apa aja. Aku biasa nyari jurig tiap malem. Nah, disini téh tempat yang 'paling banyak'. Aku suka kesini soalnya tiap malem pasti ada aja 'yang baru'. Mereka suka minta tolong, nangis, bahkan ada yang ngerasa keganggu. Gitu sih ceritanya",
"Oh, boleh juga tuh. Oh ya, kamu téh kan indigo, selain ngeliat, Kamu bisa apa lagi?",
"Mmm... Aku bisa komunikasi sama 'mereka', mediumisasi....",
"Mediumisasi téh kayak gimana?",
"Oh, jadi Aku minta salah satu dari 'mereka' buat masuk ke dalem badan orang, terus kita bisa ajak ngobrol tuh",
"Kalo mau ngobrol sama orang yang udah lama meninggal bisa nggak?",
"Gampang itu mah atuh",
"Wah, hebat kamu euy!", si gadis tersipu-sipu. Lalu, kedua orang itu berkenalan,
"Boleh tau nama sama kontak kamu nggak? Kalo ada apa-apa Saya bisa hubungin Kamu",
"Oh, boleh. Aku Reni. Kalo ada apa-apa telpon Aku disini aja...",
"Oh enya atuh. Kalo Saya, Sukanda Gandasasmita. Biasa dipanggil Enda",
"Oh, naha atuh nggak konser sama band Ungu?",
"Itu mah beda orang atuh, hehehe...", si gadis terkikik geli, "Terus ini nama Kamu 'M' apaan kepanjangannya? Monyet? Hahaha...",
"Iiihhh....bukan atuh. M téh Marianti",
"Oh, hehehe....",
Masa kini....
Keluarga itu sedang makan. Enda sebagai anak tertua berada di paling depan. Suara piring dan sendok yang saling beradu meriahkan suasana. Mungkin sebaiknya narator kenalkan anggota keluarga itu satu persatu.
Kita sudah berkenalan dengan si sulung Sukanda Gandasasmita alias Enda. Lalu, ke anak kedua, Nani Wijayanti Marsinah. Sekalipun sedang makan, Dia sibuk dengan makeup nya. Yaa... meskipun....Dia tidak begitu bagus rupanya. Anak ketiga sudah kita tahu dari episode sebelumnya, yaitu Kinanti. Nama lengkapnya, Kinanti Ajeng Marsinah. Si cantik di keluarga ini. Lanjut ke nomor empat, Dodo Putra Gandasasmita. Anak paling gemuk di keluarga. Lalu, si kembar Sekar Arum Putri Marsinah dan adiknya Senoaji Putra Gandasasmita alias Aji. Terakhir si bungsu yang namanya masih belum diketahui.
Di tengah acara makan mereka,
"*hiks*...Kangen Emaaaakk......", tiba-tiba Sekar terisak. Suasana berubah menjadi sedih. Sungguh berat kehidupan mereka tanpa kehadiran orang tua. Lalu, "HUWAAAAA..... EMAAAAKK!!!!",
"Iiihhh.... berisik atuh Teh! Kita téh lagi makan! Teteh mah cengeng pisan!", Sekar menatap tajam Aji. Tiba-tiba,
"HIYAAAAAHHHH!!!!!!",
"AAAAAHHH!!! AMPUUN! AMPUN TETEH!!!",
"KAMU MAH GANGGU TETEH AJA TAUUUU!!!! IIIIHHHH!!!!", Sekar mulai mencakar wajah sang Adik dan mulai menyiksanya. Tidak satupun yang memisahkan mereka,
"Aa, Dodo juga kangen Abah. Dodo udah lama nggak mancing sama Abah. Mau sama Aa juga sibuk Aa nya", Enda melihat raut kesedihan di wajah Dodo dan Enti. Sementara Nani malah sibuk dandan. Enda memutar otaknya. Dia harus mencari cara untuk menghilangkan rasa sedih di keluarganya.
DOK-DOK-DOK!!!
Semua yang ada di ruang makan mulai melihat kearah Enda. Dia mulai berbicara,
"Ekhemm! Semuanya dengerin Aa mau ngomong! Aa ngerti perasaan kalian. Aa juga ngerasain apa yang kalian rasain. Aa mau bilang kalo Aa nemuin satu cara buat ngedatengin Abah sama Emak lagi",
"Emang bisa A?!", tanya si kembar dengan antusias, sedangkan yang lain menatap penuh harapan kepada Enda,
"....Iya..", si kembar berteriak kegirangan. Mereka melompat-lompat di meja makan. Mereka semua senang. Dan Enda tahu harus memanggil siapa.
KRIIINGG!!! KRIIINGG!!!
KRIIINGG!!! KRIIINGG!!!
"Halo?....Oh, Enda. Aya naon?.....Hmm?....Hmm?... Oh ya atuh. Aku kesana ya? Kita ketemuan di taman?....Oh enya atuh. Yo...", di sebuah apartemen di kota tinggal lah Reni bersama sang calon suami Raka. Sekitar seminggu lagi, mereka hendak melangsungkan pernikahan,
"Siapa, Neng?", tanya sang calon suami,
"Ada client 'A. Anterin Reni dong, 'A?",
"Hayu! Aa' panasin mobil dulu ya?", Reni mengangguk.
Beberapa menit kemudian...
Di taman, ada banyak sekali anak-anak yang sedang bermain. Raka dan Reni sudah tiba di taman sesuai perjanjiannya dengan Enda,
"Dimana? Katanya disini?", tanya Raka,
"Iya, mana orangnya ya?", Reni menanyakan hal yang sama. Tiba-tiba,
"Reni!", Enda muncul dari belakang,
"Eh, Enda? Udah lama?", tanya Reni,
"Ya... lumayan. Saha ieu?", Raka dan Enda saling berjabat tangan,
"Oh, kenalin. Saya Raka, calon suaminya Reni",
"Wah... nggak nyangka Saya euy? Reni téh udah mau nikah lagi, hehehe....",
"Hehehe....iya. Kebetulan, Kita juga udah pacaran lama juga. Ya...kenapa nggak dilanjut aja ke jenjang yang lebih serius?",
"Oh iya atuh. Hayu! Urang ke lokasi!", mereka bertiga berjalan kaki menuju rumah Enda. Di episode sebelumnya, kita sudah tahu seperti apa rumahnya.
"Mangga ka lebet", masuklah pasangan itu. Mereka duduk di ruang tengah. Pembicaraan pun dimulai,
"Jadi....gimana masalahnya?", tanya Reni,
"Mmm....jadi gini....Saya punya Adik 6. Sementara orang tua dua-duanya udah nggak ada. Yaa... namanya anak yatim-piatu wajar atuh kangen sama orang tua. Nah, berhubung kemaren Saya téh ketemu sama Reni terus tau kemampuan Reni, Saya jadi penasaran. Bisa nggak Reni ngedatengin arwah Abah sama Emak Saya?",
"Oh...soal itu. Insya Allah kita bisa bantu. Tenang aja soal itu mah gampang. Apalagi soal biaya mah, gimana Enda aja. Kita mah nggak maksa", kata Reni
"Beneran nggak apa-apa nih? Saya.... ngerepotin nggak?", tanya Enda,
"Nggak...ya kan A?", Reni bertanya kepada Raka. Sebenarnya dari awal masuk ke gapura rumah Raka hanya termenung,
"Ah, emm....i-i-iya...nggak masalah kok, hahaha....",
"Hehehe....ya udah atuh. Hayu atuh!", Enda menuntun Raka dan Reni ke sebuah ruangan di samping garasi. Ada sebuah tangga menuju ke ruang bawah tanah. Setelah melewati jalan yang gelap, muncul seberkas sinar yang berasal dari lilin. Ternyata ada sebuah ruangan rahasia dengan sebuah meja di tengahnya. Disana, sudah ada Nani, Enti, Dodo, Sekar dan Aji,
"Ren, kenalin adik-adik Saya. Semuanya, ini orang yang Aa' maksud. Teh Reni sama A' Raka. Mereka yang mau manggil Abah sama Emak kesini", Enda memperkenalkan adik-adiknya kepada Reni dan Raka,
"Hai!",
"Halo, sampurasun!", ucap pasangan itu. Ritual dimulai.
Bagi Reni dan Raka, ini adalah tugas tersulit mereka sepanjang karirnya sebagai konsultan paranormal. Raka yang sama-sama memiliki indera keenam mengalami kesulitan dalam melakukan ritual pemanggilan arwah.
"Susah gini..... terlalu banyak energi negatif...disini.....", ucap batin Raka,
"Gimana A'? Udah ketemu?", tanya Reni. Disini, pasangan itu berkomunikasi melalui batinnya masing-masing,
"Susah....Neng udah ketemu?",
"Udah ketemu, cuman kabur lagi tadi.....", tiba-tiba,
"AAAAAAAAA!!!!! LAMAAAAA!!!!", Sekar mengganggu proses ritual,
"Sekar! Jangan ganggu!", bentak Enda meski dengan nada pelan. Raut muka kesal terpancar di wajah gadis cilik itu. Ritual pun diulang.
Lima menit....
Sepuluh menit...
Tiga puluh menit....
"HOOEEEKKK!!!!! UHUKK-UHUKKK!!!!",
"Do?...Dodo?....",
"Udah biarin. Itu tandanya udah mulai ada interaksi", ucap Reni. Dodo mulai batuk-batuk dan mual. Menurut Reni, itu adalah sebuah kemajuan yang baik. Dodo terus menerus batuk-batuk dan mual. Lalu, ia mulai menggeliat.......dan akhirnya berhenti dengan posisi duduk bersandar di tembok,
"Do? Do?.... Dodo, bangun Do?.....", setelah tak sadarkan diri, Dodo membuka matanya. Matanya hanya tinggal putihnya saja,
"Barudak.....(Anak-anak)",
"Abah?!", suara Dodo berubah menjadi suara pria dewasa. Suara itu adalah suara sang Ayah,
"Ini téh Abah?", tanya Nani,
"Nani?....ini téh Putri sulung Abah?....",
"Iya Abah, *hiks* Ini téh, Nani....", Nani mulai terisak,
"Hadeuhh....meni geulis (cantiknya)...anak Abah téh euy....", Dodo tersenyum. Begitu juga dengan Nani,
"Abah gimana kabarnya?", tanya Enti,
"Eh, putri Abah nu geulis (Eh, putri Abah yang cantik). Abah saé didieu....(Abah baik-baik aja disini). Abah seneng bisa ketemu lagi sama kalian....", keluarga itu mengobrol dengan arwah Ayahnya sampai puas. Hanya Enda yang tidak berkomunikasi dengan arwah itu,
"Mana si Aa'?", tanya arwah Abah,
"D-d-d...disini Abah....",
"Wah...si Kasép jagoan Abah (Wah...si Ganteng jagoan Abah). Kumaha damang? (Apa kabar?)",
"S-s-s-saé Abah...",
"Hmmm.... syukur kalo gitu mah. Gimana, Kamu bisa ngurus adik-adik Kamu?",
"B-b-bisa Abah. Semua...aman pokona mah...", Enda terlihat canggung. Tidak tahu apa penyebabnya...
PLAAKKK!!!!
Semua yang ada disitu terkejut. Tiba-tiba saja Enda ditampar oleh Dodo. Enda tidak percaya dengan apa yang terjadi,
".....DASAR ANAK GAK BERGUNA!!!...", petir serasa menyambar ruangan itu, "BERANI-BERANINYA KAMU BOHONGIN ABAH SAMA EMAK!!! BILANGNYA KERJA TERNYATA MALAH NGEMIS!!!!", adik-adiknya Enda menatap sang Kakak dengan tatapan tak percaya,
"Be.... beneran itu A'?", tanya Enti lirih,
"Eh...eng-eng-enggak....itu.. nggak bener...",
"BOHONG!!! KAMU BOHONG, SUKANDA!!! KAMU KIRA ABAH SAMA EMAK NGGAK TAU PERBUATAN KAMU?!! KAMU NGEMIS TIAP HARI...NIPU ORANG TIAP HARI...NGANCEM ORANG PAKE KELEBIHAN KAMU...MAU JADI APA KAMU, HAH??!!! JAWAB ABAH!!!",
"......MAAFIN AA'!!!!!......AA' UDAH BOHONG SAMA KALIAN!!!!!......APA YANG DIOMONGIN ABAH ITU BENER!!!! AA' UDAH NIPU ORANG.... AA' PURA-PURA NGEMIS..... AA' NAKUT-NAKUTIN WARGA PAKE 'WARISAN' ABAH.....HUUUUUU", dengan penuh penyesalan, Enda mengakui kebohongannya. Lalu,
"CUKUP! ENTI UDAH NGGAK TAHAN LAGI!!!", Enti yang kecewa berlari keluar ruangan. Itulah awal permulaan episode sebelumnya,
"LIHAT PERBUATAN KAMU!! KAMU UDAH BIKIN ADIK KAMU KECEWA!! ABAH NGGAK MAU KETEMU KAMU LAGI!!! ABAH NGGAK SUDI PUNYA ANAK KAYAK KAMU!!!..... HOOEEEKKK....", Dodo kembali mual-mual. Dan dalam sekejap, ia tak sadarkan diri. Pertanda bahwa sesi mediumisasi sudah berakhir.
"Mmm....Oh, ada apa ini téh? Kenapa pada ngeliatin Dodo?", Dodo sudah kembali seperti semula,
"Hhh....udah beres ritualnya. Mau...coba komunikasi sama Emak kalian?", tawar Reni,
"Iya Teh! Sekar mau! Sekar mau ngobrol sama Emak!",
"Tunggu!.....", Enda mulai angkat suara. Dia menoleh tajam kearah Reni dan Raka, "Ini semua....... gara-gara kalian....", pasangan itu terbelalak. Enda tiba-tiba saja menyalahkan mereka,
"Mmm... maksudnya?", tanya Raka takut,
"Gara-gara kalian.....Saya.... dipermalukan di depan adik-adik SAYA!", Enda melototi pasangan itu, "Gara-gara kalian, adik Saya PERGI DARI RUMAH!! KALIAN PASTI SENGAJA NGELAKUIN ITU!!",
"Eh, Nnn...Enda...Ki-kita bisa jelasin...", ucap Reni,
"SIMPEN PENJELASAN KALIAN!!! SAYA NGGAK BUTUH PENJELASAN APA-APA!! SAYA PENGEN KALIAN............. Tanggung jawab....", raut wajah Enda yang penuh emosi berubah menjadi raut muka licik. Dia menatap pasangan itu dengan tatapan jahat. Begitu juga dengan adik-adiknya. Raka dan Reni perlahan berjalan mundur. Tiba-tiba...
"Hey!...Ngghh...lepasin!!...Enda, apa-apaan ini?!", Nani dan Sekar bergegas menangkap Reni, sementara Dodo dan Aji menangkap Raka,
"LEPASIN NGGAK??!! KALO NGGAK...", ancam Raka,
"Kalo nggak kenapa, Hah?...Mau jadi jagoan Kamu?...Kamu nggak tau siapa Saya, Hah?...Saya anak sulung Gandasasmita! Ahli debus ternama di kampung ini! Kamu nggak akan bisa nyakitin Saya! Saya kebal!", Enda mengeluarkan pisau cutter yang ia simpan di sakunya. Ia menggores lehernya....
Namun, tidak ada luka sama sekali. Dia bahkan menusuk kepalanya, namun pisau itu malah patah. Raka dan Reni terbelalak melihat kelebihan yang dimiliki Enda. Mereka sudah berurusan dengan orang yang salah,
"Gimana?....Udah percaya sekarang?.....", Raka terus berontak. Namun cengkeraman Dodo semakin kuat. Tubuh kecilnya tertutupi oleh bobot tubuhnya yang besar, "Sekarang...Saya minta tanggung jawab kalian....Saya mau....",
"Apa?...Apa mau mu?", Enda menatap sinis Reni dan bilang,
"Saya mau Reni jadi milik Saya...", Raka semakin memberontak,
"Nggak.... Nggak boleh!! Reni punyaku!!! AAAAAHHH!!!!", Dodo memutar lengan Raka dengan kencang. Dia nyaris mematahkan lengannya,
"AA'!!!! LEPASIN!...LEPASIN... AAAAAHHH!!!!", sementara Reni digigit oleh Sekar hingga berdarah. Enda tertawa jahat dengan pemandangan yang ia lihat,
"Nani, Sekar, bawa Dia! Dodo, Aji bantu Aa' sama orang ini!", Reni dibawa paksa keluar ruangan, sementara Raka ditahan di ruangan. Dodo memegang kedua tangannya, sedangkan Aji menahan kedua kakinya. Tenaga dari dua orang anak kecil itu terlalu kuat bagi Raka. Enda menghampiri Raka dan mengatakan sesuatu......
"Abis itu, Saya ditahan di ruangan itu selama sebulan. Pas nyoba kabur, malah ketahuan dan berakhir sama kayak Kamu",
"Terus, gimana Aa' bisa selamat selama sebulan itu?",
"Kamu siap-siap aja dikasih dedek (nasi kering buat makanan Ayam). Tapi, Saya harap Kamu nggak sampe ketangkep sama mereka. Pokonya mah, Kamu harus pergi dari sini",
"Nggak A'! Saya mau bantu Aa' nyari tunangan Aa'!",
"Jangan, Jak! Bahaya! Kamu udah tau sekilas asal-usul keluarga ini dari Saya",
"Nggak! Jaka nggak mau ninggalin A' Raka gitu aja! Semua ini harus diselesaikan!", Raka tertegun. Kemudian, Jaka dan Raka memulai tugasnya....







0 komentar:
Posting Komentar