Cerita ini terinspirasi dari 'pamali' masyarakat setempat yang sudah sangat terkenal...
Selamat membaca...
Apa kalian sering mendengar larangan 'Keluar dikala Maghrib'? Ya, itu adalah pantangan paling mainstream bagi kita. Tapi itu bukanlah isapan jempol belaka, nyatanya hal itu pernah dialami oleh teman masa kecilku. Dulu aku tinggal di kampung yang mayoritas penduduknya masih mempercayai mitos dan hal-hal tabu lain alias 'pamali'. Ibuku bilang, ketika waktu Maghrib tiba, jangan main keluar terutama di daerah lapangan.
Ada sebuah pohon tua yang dahannya melengkung. Konon katanya, pohon itu ada penunggunya. Memang, menurutku pohon bisa dibilang cukup mengerikan jika dilihat pada malam hari. Sebagai anak yang baik, aku turuti larangannya.
Temanku ini namanya sebut saja, Tole. Diantara teman-temanku dialah yang paling badung orangnya. Selain itu, dia juga orangnya keras kepala. Suatu sore sepulang mengaji, Tole mengajakku pulang lewat lapangan. Terlebih hari sudah mulai memasuki waktu Maghrib. Ada 2 jalan yang biasa warga kampungku lalui untuk sampai ke masjid, jembatan dan lapangan. Meskipun ada penduduk yang rumahnya dekat lapangan, mereka pun tidak mau lewat sana mulai dari waktu Maghrib sampai menjelang Subuh. Aku sudah memperingatinya, namun sikap bebalnya itulah yang membuatku menyerah. Dengan nekat dia pergi ke arah lapangan dengan berlari bahagia.
Setelah makan malam dan shalat isya di rumah, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahku. Saat Ayahku membukanya, ternyata itu Ibunya Tole. Dia menyakan keberadaan Tole dengan berlinang air mata. Aku terkejut mendengarnya. Lalu, dengan berani kukatakan pada Ibu Tole bahwa sepulang mengaji dia pulang lewat lapangan. Mendengar itu, Ibu Tole jatuh pingsan. Orang tuaku membawa Ibu Tole masuk ke dalam rumah. Ayahku sempat memarahiku, tapi aku sudah berusaha memberitahunya. Sementara Ibu menjaga Ibu Tole yang jatuh pingsan, aku dan Ayahku terpaksa pergi ke lapangan.
Ayah menuntunku sepanjang jalan. Hingga saat sudah dekat dengan daerah lapangan, kami memanggil nama Tole. Semuanya terlihat gelap. Maklum, di sekitar situ tidak ada penerangan. Jadi kami hanya membawa senter saja. Ayahku menyoroti senternya ke sekeliling lapangan. Bagaimana jika Tole menghilang? Begitulah pikirku. Aku dikejutkan oleh langkah cepat Ayahku. Dia berlari kearah pohon melengkung itu. Dari sorotan lampu senter Ayah, kulihat.....Tole tertidur pulas diatas dahan yang melengkung itu. Bagaimana bisa dia diatas sana? Ditambah dia tertidur dengan lelapnya diatas pohon. Dengan sigap Ayahku memanjat pohon itu dan mencoba untuk membangunkan Tole. Syukurlah, Tole bisa dibangunkan. Sontak ia menangis sambil memeluk Ayahku. Singkat cerita kami kembali ke rumah dan masalah selesai sampai disitu.
Satu hal yang membuatku berpikir sampai saat ini. Saat menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, Tole bilang sesampainya dia di lapangan dia bertemu dengan seorang gadis cantik memakai kaos warna putih dan celana jeans biru. Kulitnya putih dan rambutnya berwarna hitam panjang sepunggung. Katanya dia akan memberi Tole makanan yang paling enak. Dan setelah itu, ia tidak ingat apa-apa....
Katanya, gadis itu bernama Rini. Aku tidak tahu siapa dia. Tapi Ayahku bilang dia adalah gadis desa yang mati gantung diri di pohon melengkung itu karena sakit hati.....








0 komentar:
Posting Komentar