29.1.19
Home »
Crime
,
Dark
,
Misteri
,
Paranormal
,
Season 2
,
Story
» S02E07 : Ikatan Persahabatan Part 2A
S02E07 : Ikatan Persahabatan Part 2A
Hey! Ane balik lagi...
Sorry dalam beberapa hari ngggak update dikarenakan kesibukan ane diluar blogging...
So, tanpa basa-basi kita kembali ke cerita...
Selamat membaca....
Beberapa hari sebelum Budi pulang dari Rumah Sakit...
"100 juta?!",
"Iya... Kami... nggak sanggup buat bayarnya..Huuuu",
"Udah, Bu.... Udah...", Ternyata biaya yang dibutuhkan untuk operasi Budi memakan biaya sebesar Rp 100.000.000. Itu bukanlah biaya yang kecil. Lalu,
"Gak usah khawatir Tante, Om. Kita siap buat bantu Budi kok",
DUK!
"Apaan sih, Ko?",
"Lu gila? Mana mungkin kita punya duit 100 juta? Jangankan segitu, sejuta aja kagak ada",
"Tenang...gua punya caranya...",
"Kepada Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, mari kita sisihkan sebagian rezeki kita untuk membantu saudara kita yang saat ini sedang mengalami kecelakaan. Seberapapun nominal yang kalian keluarkan, sangat berarti bagi saudara kami. Ingatlah : "Barangsiapa yang memudahkan urusan saudaranya di dunia, maka Allah akan memudahkan urusannya di akhirat kelak". Yuk! Mari kita sisihkan sebagian rezeki kita, untuk membantu saudara kita yang sedang membutuhkan", Begitulah kata-kata yang Ari ucapkan di tengah jalan raya. Ya, kami berempat mau tidak mau harus meminta sumbangan untuk biaya pengobatan dan operasi Budi. Oh ya, bukan cuma kami, pihak sekolah almamater kami pun ikut membantu. Beruntung, hasilnya lima kali lipat lebih banyak dari permintaan kami.
"Makasih...*hiks*... Makasih banget, ya? *hiks* Kami bener-bener berterima kasih kepada kalian. Mudah-mudahan, Allah ngasih pahala yang berlipat buat kalian",
"Aamiin... Sama-sama, Tante", tak lama kemudian,
TOK-TOK!!
"Assalamualaikum!",
"Wa'alaikumsalam!",
"Eh, Wawan. Sini masuk, Wan", salah seorang teman kami datang menjenguk Budi. Tapi.... kenapa wajahnya seperti yang ketakutan begitu?
"Eh, ng... ng-nggak..g-g-gak usah..gu-gu...Gua buru-buru!",
"Woi! Wan!!", Wawan berlari keluar ruangan. Ari yang mengejarnya sementara Aku, Andre dan Eko mengikuti dari belakang. Wawan berhasil tertangkap, untungnya tidak begitu jauh larinya,
"Wan, lu kok gitu? Lu kagak ngehargain si Budi?",
"E-e-eh.... b-b-bu-k-k-kan... g-g-gitu, R-R-R-Ri... G-G-Gua cuma...",
"Cuma apa lo, Hah? JAWAB LU PENGE...",
"Ssstt! Ko, udah ko! Jangan bikin ribut! Ini tempat umum coy",
"Gelagatnya mencurigakan, Ri! Liat! Dia gemeteran gitu", Wawan tampak gemetar dan takut. Dia seperti menyembunyikan sesuatu,
"Hhh...oke deh, sekarang gini, Wan, kenapa lu kayak gitu?",
"Jawab LU!", Eko tampak emosi. Kami berusaha untuk menenangkannya,
"Oke-oke Gua jawab!... T-T-T-Tadi... Fandi dateng kesini, kan?", Memang, sebelum kami datang kami berpapasan dengan Fandi. Dia baru saja keluar dari ruangan Budi sebelum kami masuk,
"Terus?",
"Dia minta kita buat kumpul disini... katanya....Budi udah meninggal....",
"BANGSAT LU!! BERANI-BERANINYA LU NGOMONG...",
"KO, UDAH!! LU DIBILANGIN NGEYEL AMAT!....", beruntung Eko sempat kami tahan, jika tidak, bisa-bisa kami dikeluarkan dari RS,
"S-s-s-sorry.... G-G-Gua...m-m-minta maaf... Gua...kemari buat perwakilan yang disuruh sama si Fandi doang...s-s-soalnya...y-yang lain... a-a-a-a-ada di-di-di...diluar....", Aku dan Andre mengecek kondisi diluar RS. Ternyata benar, sudah ada banyak anak-anak satu angkatan berkumpul disana. Brengsek! Keparat juga si Fandi.
"Ri, anak-anak seangkatan pada ngumpul diluar RS",
"Yang bener lu?", Ari melepas cengkraman tangannya dari Wawan. Ia melihat apa yang Aku lihat. Lalu ia kembali mencengkeram Wawan,
"LU...MESTI... TANGGUNG... JAWAB...", dengan tatapan tajam, Ari mengancam Wawan.
Kami berempat dan Wawan mengkonfirmasi keadaan Budi yang sebenarnya. Teman-teman kami mengakui kalau mereka dikabari oleh Fandi. Lebih parahnya lagi, ia juga sudah menyebarkan berita bohong itu sampai ke telinga sekolah. Ini keterlaluan... Dia tidak bisa diampuni...
Singkatnya, Budi mulai dioperasi dan seminggu kemudian dia diperbolehkan pulang. Namun sejak hari dimana berita bohong itu tersebar, Budi mulai mengunci mulutnya rapat-rapat. Bahkan sampai sehari sebelum hari pertama Ospek di kampus dimulai...
Kini, sudah 5 tahun berlalu. Sudah banyak undangan reuni yang kuterima. Tapi, dari semua undangan itu, hanya undangan reuni SMA saja yang membuatku tertarik.
Di reuni SMA...
Semua orang sedang sibuk bercakap-cakap dengan yang lain. Tidak sedikit dari mereka yang pamer harta. Itu membuatku jijik. Untuk apa kalian menyombongkan itu kalau akhirnya itu semua tidak akan bisa dibawa sampai mati?
Aku berada jauh dari keramaian, Aku penasaran dengan keadaan sahabatku...
"Angkat tangan...", seseorang menodongkan senjata dibelakangku. Mana mungkin ada penjahat yang menyelinap masuk di acara reuni seperti ini?
"Siapa lo?",
"Kagak usah banyak tanya... Gua mau lu balik badan... sekarang...", Aku membalikkan badanku perlahan....
"DOR!",
"AMPUN! GUA GAK SALAH APA-APA!!!",
"Hahahahaha!!!", tawa itu...
"Ari?",
"Niko?",
"WEEEEE-HE-HEEEEYY!!", Ohhh... Aku bisa bernafas lega. Ternyata itu Ari. Dia menjadi anggota kepolisian sekarang. Aku yakin dia sudah mempunyai pangkat,
"Apa kabar lo, Ri?",
"Alhamdulillah, baik. Lu sendiri?",
"Gua baik, lu keren jadi Polisi, Ri? Gua salut sama lu",
"Heheh...makasih, Ko. Lu sendiri?",
"Oh, kalo Gua sih, jadi Supervisor Teknik di perusahaan pembangkit listrik",
"Wah! Hebat lu! Masih muda udah jadi SPV, 👍👍",
"Hehe... makasih, Ri",
"Niko! Ari!", seseorang memanggilku dan Ari dari kejauhan,
"ANDREEE!!!", kami bertiga saling berpelukan (dengan cara pria tentunya),
"Apa kabar lu berdua?",
"Alhamdulillah, baik",
"Baik, Ndre",
"Alhamdulillah, Ri, gua gak nyangka lu jadi Polisi",
"Hehe, iya nih. Gua sendiri nggak nyangka bakalan lolos tes jadi Polisi...",
"Hehehe...lu, Ko?",
"Kenalin", Aku jabat tangan Andre, "Supervisor Teknik PLTU",
"Ah, serius lu?", Aku buka jaket yang kupakai. Aku tunjukkan seragam perusahaan yang kukenakan. Di bagian kanan lengan baju, tertera aksen bertuliskan 'Supervisor', menunjukkan pangkat ku di tempat kerjaku, "Bohong lu, ini baju minjem, kan?",
"Enak aja, beneran nih! Gua kagak becanda!",
"Heheh...serius amat sih, lu, Ko? Gua udah tau kok. Gua kan ada keponakan di tempat kerja lu",
"Oh ya? Siapa?",
"Itu lho, Chandra Budiarta",
"Oh si Chandra... iya-iya-iya... Anak buah Gua tuh!",
"Sip👍! Gimana kerjanya?",
"Wah, the best pokonya! Kalo misalnya Gua naik jabatan, Gua mau jadiin dia buat gantiin posisi Gua",
"Hehehe...mantap-mantap!",
"Kalo lu, Ndre? Gimana keadaannya sekarang?",
"Alhamdulillah, Ri, Gua punya bisnis kuliner sekarang. Kapan-kapan mampir ke resto Gua. Namanya N'Re",
"Oh! Gua tau tuh! Itu resto yang ntar mau buka cabang di Papua, ya?",
"Iya nih, Hehe... Alhamdulillah restoran Gua udah mau ada di seluruh Indonesia",
"Oi!", teriakan itu...
"Widiihhh!! Eko...", diantara kami berempat hanya Eko yang tampilannya biasa saja. Cuma, dia membawa mobil, itu saja yang membuatnya tampak elegan,
"Akhirnya kita ketemu lagi, Haha..",
"Lu...biasa banget gaya, lu. Kagak malu lu kayak gitu?", Eko memakai baju polo biru dongker dengan celana jeans biru juga sepatu sendal. Rambut belah tengah khasnya masih sama,
"Cih! Ngapain? Biar tampang gini, Gua udah jadi tuan tanah",
"Alah, lagu-laguan lu, Gua yakin itu mobil dapet minjem, Hahahaha...",
"Syirik aja lu, Ndre. Kalo lu gak percaya, lu tanya noh, di daerah Kemayoran, siapa yang punya tanah", kami tertawa lepas melepas rindu.
Di tengah acara, Mantan Kepala Sekolah memanggil beberapa alumni yang dianggap sebagai contoh sukses. Salah satunya, Ari. Ternyata dugaanku benar. Pangkatnya saat ini adalah Kapten. Aku bangga padanya.
"Saya bisa begini berkat doa orang tua, guru-guru sekalian, juga teman-teman seperjuanganku. Tanpa kalian, Saya tidak mungkin berada disini, tepat di atas panggung ini", semua orang bertepuk tangan,
"Ya, saya kira tidak banyak yang bisa saya sampaikan. Saya memohon maaf atas segala kesalahan saya di masa lalu....", Ari menghentikan sambutannya sejenak dengan melihat kearah ku, Andre juga Eko, "Juga... Saya memohon do'a agar teman kita... Budi Januar... diberikan kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi ujian yang ia alami....", suasana sedih menyelimuti seisi acara....
"TUNGGUUUUUUU!!!!!!!", semua mata tertuju pada suara itu. Dari kejauhan tampak seorang pria gundul berkacamata, memakai hoodie merah dengan kaos oblong putih dan celana jeans biru. Dia berjalan dengan tongkat jalannya. Dia berjalan tertatih-tatih menuju ke tempat reuni (acaranya outdoor),
"Itu Budi!!!", Perlahan, suara riuh dan tepuk tangan hadirin memenuhi tempat reuni. Secara spontan, Ari turun dari panggung dan berlari kearah Budi. Dia...
Memeluknya...
Disusul denganku, Andre dan Eko. Akhirnya...
Budi berhasil melalui semua ujian hidupnya...
Dia berhasil...
Kami bangga padamu kawan...
Halaman selanjutnya→







0 komentar:
Posting Komentar